Dengan demikian instansi selain dari menyelesaikan masalah tanpa harus dengan mematikan karakter dan potensi siswa.
Dilain itupun juga seharusnya instansi harus dapat memaksimalkan peranannya dalam menentukan kebijakan soal kedisiplinan, keamanan dan kenyamanan lingkungan instansi tersebut.Â
Dengan betul betul memberlangsungkan ketentuan ketentuan yang telah dibentuk sedemikan rupa, dan harus ada proses pengawalan dari semua ketentuan tersebut. Sehingga siswa ketika ada rencana berkelakuan tidak baik, tidak ada kesempatan bagi mereka.Â
Selain menguatkan kebijakan dan peraturan, sudah seharusnya subjek berperan di instansi tersebut (kepala sekolah, guru, karyawan) juga harus maksimal dalam melaksanakan aturan, karena sadar tidak sadar mereka adalah seorang figur. Semua tindak tanduknya akan menjadi cerminan bagi siswa-siswi di instansi tersebut.
Itu soal Kebijakan dan Peraturan, kalau kita bicara soal isi dari pengajaran dan pembelajaran, ini yang paling solutif juga. Karena terdidiknya siswa itu juga banyak dipengaruhi oleh apa yang diajarkan selama ini di instansi.Â
Apakah hanya sekedar memberikan pengetahuan kognitif saja yang terus diberondong pada pikiran siswa? Apakah hanya sekedar diberikan tugas, dikerjakan, dinilai dan pulang ?.Â
Rasa-rasanya itu yang menjadi standart banyak instansi di negeri kita, tanpa memikirkan bahwa ternyata ada yang jauh lebih vital dan penting untuk diajarkan kepada siswa, yakni soal pengetahuan afektif yang meliputi soal perilaku, emosional siswa.Â
Sudah menjadi keharusan dari masing-masing instansi memiliki kesadaran bahwa pengetahun afektif ini harus juga seimbang diajarkan kepada siswa, bahkan kalau perlu diberikan tambahan program-program ideal dalam memaksimalkan afektif siswa.Â
Karena yang sangat banyak dilaksanakan dalam proses berkehidupan siswa ketika sudah terjun di masyarakat, ya tentu tentang pengetahuan afektifnya, tentang bagaimana dia bisa menyesuaikan interaksi dengan sesama manusia, bagaimana dia bisa melaksanakan norma yang ada lingkungannya, berkelakuan baik ketika ada ditengah masyarakat.Â
Nah itu semua jelas, masuk pada pengetahuan afektifnya yang selama ini diajarkan, jikalau tak diajarkan sama sekali? Saya rasa wajar jika akhirnya muncul video viral berdurasi beberapa detik itu.
Ruang kelas yang seharusnya menjadi wadah proses penempaan diri manusia, untuk mempersiapkan bekal menghadapi dinamika masyarakat, bukan malah didalamnya menjadi wadah yang dipenuhi dinamika masyarakatÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H