Profesor Kris Tomahu adalah seseorang yang hidup untuk pekerjaan. Sejak usia 24, beliau sudah menjadi dosen di Institut Teknologi Baruna, jurusan astronomi. Beliau baru saja dilantik sebagai kepala Observatorium Baruna pada usia yang masih relatif muda, 44 tahun. Sebagai kepala observatorium, Profesor Tomahu berusaha menyeimbangkan antara menjadi pekerja yang baik, suami yang baik bagi istrinya, Bu Imas, dan ayah yang baik untuk kedua anak perempuannya, Nana dan Natty.
Sebagai kepala Observatorium Baruna, Profesor Tomahu bertanggung jawab mengarahkan observatorium, memastikan aktivitas pengamatan langit malam berjalan sebagaimana mestinya sebagai sumber kehidupan penduduk Baruna. Memang, Baruna merupakan pusat penelitian angkasa luar dan industri penerbangan. Setiap Sabtu malam, lampu kota wajib dimatikan agar bintang-bintang dapat jelas terlihat. Oleh karena itu, Profesor Tomahu kesal sekali pada Tigor Sihombing, saingan lamanya yang berusaha membangun hotel idamannya tepat di sebelah observatorium. Beliau beranggapan bahwa jika betul hotel tersebut hendak dibangun lagi, Baruna lumpuh, karena tidak mungkin melakukan pengamatan bintang di langit malam yang terlalu terang.
Profesor Tomahu memiliki banyak anak buah, di antaranya yang membantu Rony Parulian selama magangnya di observatorium: Pak Darwis dari Jogja, Pak Hendro dari Semarang, dan Pak Irfan dari Madiun. Beliau dipanggil oleh orang-orang di sekelilingnya dengan sebutan "Pak Kris".
Pak Darwis adalah anak buah Pak Kris dan wakil kepala Observatorium Baruna. Lulus dari California State University, beliau berspesialisasi di bidang evolusi bintang dan bertanggung jawab atas teleskop, memastikan kegiatan pengamatan bintang dengan teleskop dilakukan dengan aman. Sebagai orang Jogja, Pak Darwis diyakini sebagai keturunan keluarga Kraton. Alhasil, beliau dengan bangga merangkul aksen Jawanya serta tidak bisa hidup tanpa gudeg dan kopi joss. Sehari-hari, Pak Darwis berbahasa Indonesia jika dengan Pak Kris. Namun, bila dengan Pak Hendro dan Pak Irfan, beliau lebih sering berbahasa Jawa. Keponakan perempuannya, Jiyeon, membantu Rony selama masa magangnya di observatorium.
Pak Darwis diperankan oleh Boris Bokir, komika keturunan Batak asal Bandung.
Berasal dari Kota Atlas, Semarang, Pak Hendro Nur Wahyudi berspesialisasi di bidang ilmu falak (astronomi Islam), yang mempelajari pergerakan benda langit dan pengaruhnya terhadap umat Islam, seperti penentuan waktu salat. Karena disiplin ilmu dan ketaatannya terhadap agama Islam inilah Pak Hendro mendirikan House of Regulus, sebuah "musholatorium" - musala yang merangkap planetarium untuk salat dan memperagakan simulasi bintang.
Pak Hendro dulunya bekerja di Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang sebelum pindah ke Baruna untuk mendirikan House of Regulus. Saat ini beliau tinggal di Marigold City, ibukota teknologi Baruna, bersama istri dan kedua anaknya. Beliau memiliki hubungan yang bersahabat dengan Rony, yang sering pergi ke House of Regulus selama masa magangnya, jika tidak sedang mengurus teleskop.
Pak Hendro diperankan oleh Rigen Rakelna, komika asli Bima, Nusa Tenggara Barat.