Mohon tunggu...
Yudhistira Mahasena
Yudhistira Mahasena Mohon Tunggu... Freelancer - Desainer Grafis

Ini akun kedua saya. Calon pegiat industri kreatif yang candu terhadap K-pop (kebanyakan girl group) dan Tekken.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ramai Santri Aceh Disiram Air Cabai dan Digunduli, Hukuman Apa yang Harusnya Cocok untuk Santri?

4 Oktober 2024   18:01 Diperbarui: 4 Oktober 2024   18:17 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillahirrahmanirrahim.

Akhir-akhir ini Indonesia sedang diramaikan oleh berita seorang santri remaja usia 13 tahun di Kabupaten Aceh Barat yang disiram air cabai dan digunduli kepalanya ketika ketahuan merokok di sebuah ponpes. Tindak tersebut dilakukan oleh seorang istri pimpinan ponpes, berinisial NN (40 tahun).

Hal tersebut menjadi viral setelah beredar video di media sosial, seorang remaja lelaki sedang menangis kesakitan saat dimandikan oleh neneknya dengan sabun. Dia meronta-ronta kesakitan karena tubuhnya terbakar kepanasan akibat disiram air cabai. Dia pun menceburkan diri ke dalam bak mandi karena tidak dapat lagi menahan panas di sekujur tubuhnya.

Menurut Kasat Reskrim Polres Aceh Barat, Iptu Fachmi Suciandy, NN telah diamankan karena diduga melakukan kekerasan. NN telah diamankan karena diduga melakukan kekerasan terhadap seorang santri di pondok pesantren. Dia saat ini tengah menjalani pemeriksaan di Mapolres Aceh Barat sebagai tindak lanjut terhadap kasus dugaan santri disiram air cabai.

Setelah kejadian tersebut, si santri telah dijemput keluarganya untuk dirawat oleh neneknya. Iptu Fachmi memungkas bahwa Polres Aceh Barat masih meminta keterangan saksi terkait kasus ini.

Ini bukan kali pertama terjadi kasus kekerasan terhadap santri atau santriwati di Indonesia. Beberapa hari sebelum kasus santri Aceh Barat disiram air cabai, ada seorang pengasuh ponpes dan anaknya yang menjadi tersangka kasus pencabulan terhadap santriwati di Ponpes Al-Qona'ah, Desa Karang Mukti, Kecamatan Karangbahagia, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Kasus kekerasan terhadap santri dan santriwati terus-menerus terjadi di Indonesia, hingga sekarang orangtua-orangtua harus berpikir dua kali untuk menyekolahkan anak mereka ke pesantren setelah lulus SD atau SMP.

Oleh karena itu, saya ingin mengemukakan pendapat saya sebagai orang yang tidak pernah menempuh pendidikan formal di pesantren.

Pesantren merupakan tempat anak belajar memperdalam ilmu agama. Selama tiga pekan sekali mereka pulang ke rumah untuk berlibur, dan berada di rumah selama sepekan sebelum kembali memondok. Selama di ponpes, yang dilakukan para santri ada beragam; selain belajar seperti siswa sekolah umum, mereka menghabiskan waktu dengan belajar mengaji, tadarus, mendengarkan ceramah, bakti sosial, dll. Tentunya semua kegiatan ini bersifat mendidik.

Kalau toh ada yang melakukan kesalahan di ponpes, tentunya harus dihukum agar jera dan tidak mengulangi kesalahan itu lagi. Namun, hukumannya tidak boleh sampai melibatkan fisik juga. Jika hukumannya hanya seringan menghafal Alquran atau hadis kemudian disetor ke guru di ponpes, setidaknya itu hukuman yang lebih berkah dibanding disiram air cabai atau digunduli habis.

Saya bersekolah di SMA Alfa Centauri Bandung, sekolah yang menitikberatkan pada prestasi kelas dunia dan wawasan Islam. Alhamdulillah saya jarang sekali telat masuk sekolah, namun pernah, dan siswa yang telat masuk di SMA Alcent biasanya dihukum membaca Alquran hingga diisyaratkan boleh masuk.

Jika ada santri ponpes yang telat masuk sekolah, dihukum seringan membaca Alquran di luar kelas sampai diperbolehkan masuk itu bagus. Alhamdulillah jika dapat memanfaatkan waktu hukuman dengan cara menghafal Alquran sampai pandai. Lebih bagus daripada hukuman yang melibatkan disiram air cabai atau air keras lainnya.

Betul, jika ada siswa yang melanggar aturan, baik itu sekolah umum atau ponpes, ya harus dihukum, tetapi hukumlah sewajarnya sesuai aturan yang berlaku, jangan yang bersifat melukai, baik secara fisik maupun mental. Karena nanti keluarganya juga ikut susah, bukan hanya si siswa atau santri.

Akhirul kalam, semoga si santri senantiasa diberikan ketabahan dan kesehatan, dan semoga pondok pesantren di Indonesia bisa lebih baik lagi karena hari ini harus lebih baik dari kemarin. Dan kita ini manusia, tidak luput dari kesalahan, tetapi itulah namanya hidup: untuk menjadi manusia, kita harus bisa belajar dari kesalahan. Sekolah adalah tempat belajar, bukan merokok atau melakukan tindak asusila lainnya.

Tabik,
Yudhistira Mahasena

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun