Bicara soal makanan khas Sumatera Selatan memang tak ada habisnya. Sebut saja contoh klasik seperti pempek dan mie celor. Keduanya lezat dan berkhasiat, karena mengandung kebaikan hasil budidaya laut dan perairan yang menjadi bahan dasar kedua makanan ini dan mengandung banyak protein.
Pempek dewasa ini dibuat dengan bahan dasar ikan tenggiri, namun zaman dulu, Â ikan belida pernah jadi bahan dasar pempek. Pempek hadir dalam berbagai variasi, seperti pempek keriting, pempek telur, pempek adaan, pempek lenggang, pempek lenjer, dan yang paling lezat adalah pempek kapal selam.
Mie celor sekilas tampak seperti hidangan mie kuah pada umumnya, namun yang membuatnya spesial adalah kuahnya yang berwarna putih kental. Mie celor rasanya sangat gurih, karena menggunakan bahan dasar kaldu udang. Biasanya, hidangan mie pada umumnya menggunakan kaldu ayam atau sapi, tetapi mie celor menggunakan kaldu udang yang memberinya citarasa dan warna kuah yang khas.
Dan apalah artinya menyantap lezatnya makanan khas Palembang tanpa menyimak salah satu cerita daerah Sumatera Selatan. Judul cerita ini ialah "Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat".
Alkisah, di sebuah daerah bernama Banding Agung di Sumatera Selatan, hiduplah dua orang jawara bernama Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat. Kedua jawara ini sama-sama disegani dan merasa diri mereka masing-masinglah yang terhebat. Oleh karena itu, mereka sepakat beradu kekuatan untuk membuktikan siapa yang paling hebat di antara Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat. Peraduan tersebut dilakukan di tepi Danau Ranau.
Tantangannya yaitu, Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat akan bergiliran berbaring di bawah pohon aren, sementara lawannya akan memotong bunga dan tangkai buah aren dari atas pohon. Sesiapa yang tertimpa buah aren itu akan kalah dan harus mengakui kekalahannya di depan sang pemenang.
Pertama, Si Mata Empat berbaring di bawah pohon aren. Si Pahit Lidah kemudian memotong dahan pohon aren, namun sesuai namanya, Si Mata Empat memiliki dua mata lagi di belakang kepalanya, sehingga dia tahu persis di mana dahan pohon tersebut akan jatuh, maka dia berhasil menghindar. Walaupun Si Pahit Lidah berusaha mengalahkan Si Mata Empat sebanyak tiga kali, Si Mata Empat selalu bisa menghindar.
Kali ini giliran Si Pahit Lidah yang berbaring di bawah pohon aren. Merasa bahwa ajalnya sudah dekat, dia menyuruh Si Mata Empat untuk segera memotong dahan pohon aren tanpa banyak oceh. Dan dalam sekejap, Si Pahit Lidah tertimpa batang pohon aren dan tewas dengan mengenaskan.
Akhirnya Si Mata Empat menang dan tertawa puas, tetapi dia penasaran dengan Si Pahit Lidah. Apakah lidahnya sepahit namanya? Si Mata Empat kemudian menghampiri Si Pahit Lidah. Dia meletakkan jarinya ke atas lidah Si Pahit Lidah dan mencicipinya. Rupanya, itu racun yang mematikan! Dalam waktu beberapa detik, Si Mata Empat tewas di tempat yang sama. Kedua jawara ini pun akhirnya dimakamkan di tepi Danau Ranau.