Bismillahirrahmanirrahim.
Memulai tahun 2024 ini, saya akan kembali menggunakan Kompasiana untuk berfokus pada tulisan-tulisan saya yang berbahasa Indonesia. Bak kata orang, bahasa jiwa bangsa.
Kematian itu pasti terjadi. Namun kapan dan di mana kita akan merenggut nyawa, hanya Tuhan yang tahu. Orang yang sudah mati akan menemukan forever home mereka di kuburan. Kuburan itu harus dirawat dan dijaga kebersihannya, apalagi jika itu kuburan keluarga kita. Ingat bahwa kebersihan itu sebagian dari iman.
Biasanya setiap Idulfitri, saya berziarah ke makam kakek-nenek saya, eyang kakung dan eyang putri (dari pihak mama) serta mbah kakung dan mbah putri (dari pihak papa). Selain mendoakan mereka, kami juga membersihkan makam mereka dan menabur bunga ke atasnya. Istilah kerennya nyekar.
Namun baru-baru ini saya menonton sebuah video yang mendiskusikan boleh atau tidaknya menyiram kuburan dengan air ketika berziarah. Biasanya ketika nyekar, orang menyiram kuburan leluhur mereka dengan air mawar. Gunanya supaya wangi.
Menurut video seorang ulama Arab Saudi ini, menyiram kuburan leluhur dengan air tidak diperbolehkan, kecuali jika kita melihat tanah kuburnya beterbangan dan berantakan, maka hendaklah kita perkuat tanahnya dengan menyiramkan air.
Sejumlah ulama berbeda pendapat akan boleh atau tidaknya menyiram kuburan dengan air. Ada hadis yang berbunyi seperti ini:
"Diriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa Nabi Muhammad SAW menyiram kuburan putranya, Ibrahim." (HR. Thabrani)
Dari hadis tersebut, menyiramkan air pada kuburan hukumnya sunah (dilakukan berpahala, namun ditinggalkan tidak berdosa) karena Rasulullah SAW pernah melakukannya saat sang putra, Ibrahim, wafat. Tindakan tersebut merupakan sebuah pengharapan agar kondisi mayat dalam kubur tetap dingin dan mendapatkan rahmat.
Hal tersebut dipertegas oleh Syekh Khatib asy-Syarbani dalam kitabnya yang bertajuk Mughni al-Muhtaj Juz II halaman 55 yang berarti:
"Disunahkan menyiram kuburan dengan air lantaran Rasulullah SAW sendiri melakukannya kepada kuburan putranya, Ibrahim. Tindakan ini merupakan pengharapan agar kondisi mayat tetap dingin dan mendapat limpahan rahmat serta menjaga tanah agar tidak berhamburan."
Namun ada juga yang menyebutkan bahwa hal tersebut makruh (dilakukan tidak berdosa, ditinggalkan berpahala). Hal tersebut dinukilkan dalam kitab Hasyiyah al-Bajuri yang berarti:
"Disunahkan menyiram kubur dengan air, terutama air dingin, sebagaimana pernah dilakukan Rasulullah SAW terhadap pusara anaknya, Ibrahim. Hanya saja hukumnya menjadi makruh apabila air mawar digunakan untuk menyiram pusara dengan alasan menyia-nyiakan (barang berharga). Meski demikian, menurut Imam Subuki tidak mengapa jika memang penyiraman air mawar itu mengharapkan kehadiran malaikat yang menyukai bau wangi."
Di zaman sekarang, penting sekali menghargai perbedaan pendapat ulama tentang suatu perkara. Tugas kita saat ada suatu perkara yang mana masih ada perbedaan pendapat ulama yakni legowo, menerima dengan toleran, tidak berat sebelah. Seperti perkara menyiram kuburan leluhur dengan air mawar, jika ada ulama yang berpendapat hal tersebut sunah kita terima, namun jika ada yang berpendapat makruh, kita terima juga.
Tabik,
Yudhistira Mahasena
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H