Mohon tunggu...
Yudhi Maryoto
Yudhi Maryoto Mohon Tunggu... -

Keep going everyday

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengenal Demokrasi pada Awal Kemerdekaan (1945-1949)

29 Mei 2018   20:54 Diperbarui: 29 Mei 2018   21:17 32994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penerapan demokrasi pada periode ini belum berjalan dengan baik. Hal yang demikian itu disebabkan situasi dan kondisi yang belum memungkinkan. Selama periode ini negara lebih banyak disibukkan dengan upaya-upaya untuk mempertahankan kemerdekaan dari berbagai kemungkinan serangan yang dilakukan penjajah dalam merongrong kemerdekaan Indonesia. Pelaksanaan demokrasi baru terbatas pada berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan.

Adapun, elemen-elemen demokrasi yang lain belum sepenuhnya terwujud, karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. Hal ini dikarenakan pemerintah harus memusatkan seluruh energinya bersama-sama rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan dan menjaga kedaulatan negara, agar negara kesatuan tetap hidup (Kemendikbud, 2017: 54).

Sistem pemerintahan yang dikehendaki oleh UUD 1945 adalah presidensial. Akan tetapi dua bulan setelah penetapan UUD 1945 sebagai hukum dasar negara Indonesia, sistem pemerintahannya mengalami pergeseran menjadi parlementer.

Pada periode ini kekuasaan pemerintahan cenderung tersentralisasi. Hal yang demikian itu dikarenakan lembaga-lembaga legislatif seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ataupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) belum dapat dibentuk.

Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 menyebutkan bahwa sebelum lembaga-lembaga seperti MPR, DPR, atau DPA dibentuk, kekuasaannya dipegang oleh Presiden yang dibantu oleh komite nasional (KNIP). Inilah yang menyebabkan kekuasaan Presiden pada saat itu sangat besar.

Oleh karena itu, demi menghindari absolutisme/kemutlakan kekuasaan presiden maka dilahirkan kebijakan-kebijakan yang memungkinkan pelaksanaan pemerintahan negara tetap berjalan demokratis. Kebijkan-kebijkan tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

  1. Maklumat Pemerintah No. X Tanggal 16 Oktober 1945 tentang Perubahan Fungsi KNIP menjadi Fungsi Parlemen.
  2. Maklumat Pemerintah Tanggal 3 November 1945 mengenai Pembentukan Partai Politik.
  3. Maklumat Pemerintah Tanggal 14 November 1945 mengenai Perubahan dari Kabinet Presidensial ke Kabinet Parlementer (Yuliastuti dkk, 2011:69).

Irawan (2007: 58) menggambaran pada awal kemerdekaan muncul peregeseran gagasan ketatanegaraan yaitu gagasan pluralisme ke gagasan organisme. Gagasan pluralisme adalah gagasan yang lebih mengedepankan peranan negara dan peranan masyarakat dalam ketatanegaraan.

Dengan melihat realita belum memunkingkannya dibentuk lembaga-lembaga yang dikehendaki oleh UUD 1945 sebagai aparatur demokrasi yang pluralistik, muncullah gagasan organisme. Gagasan tersebut memberikan legitimasi bagi tampilnya lembaga MPR, DPR, DPA untuk sementara dilaksanakan Presiden dengan bantuan Komite Nasional.

Semangat gagasan pluralisme yang sangat dijunjung tinggi oleh elite politik Indonesia menandai berakhirnya pemusatan kekuasaan yang dimiliki presiden. Semangat akan gagasan pularisme ini diakomodasi dalam rapat Komite Nasional pada 16 Oktober 1945 yang mengusulkan agar komite diserahahi tanggungjawab legislatif dan menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Berdasarkan rapat komite ini lahirlah Maklumat Pemerintah No. X Tanggal 16 Oktober 1945 tentang Perubahan Fungsi KNIP menjadi Fungsi Parlemen. Maklumat Pemerintah tersebut memuat diktum yang intinya, sebagai berikut.

  1. Komite Nasional Pusat sebelum terbentuk MPR dan DPR (hasil pemilihan umum) diserahi kekuasaan legislatif dan menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara;
  2. Menyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan pekerja yang dipilih diantara mereka dan yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat (Irawan, 2007: 59).

Dengan lahirnya maklumat tersebut menegaskan bahwa kekuasaan legislatif dipegang oleh KNIP. Hal tersebut tentunya tidak lagi sejalan dengan amanah Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 yang menugasi KNIP sebagai pembantu presiden. Dengan adanya maklumat ini berarti pula kekuasaan presiden dalam bidang legislatif berkurang.   

Maklumat Pemerintah Tanggal 3 November 1945 tentang Pembentukan Partai Politik merupakan upaya pemerintah saat itu dalam memberikan kesempatan rakyat berpartisipasi dalam pemerintahan. Dengan lahirnya maklumat ini, ide untuk mendirikan partai-partai politik sebagai bentuk pemberian kesempatan partisipatif rakyat seluas-luasnya melalui sistem multi partai mendapatkan tempat.

Selanjutnya, Maklumat Pemerintah Tanggal 14 November 1945 mengenai Perubahan Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer membawa konsekuensi bahwa sistem pertanggungjawaban Presiden yang semula kepada MPR menjadi Presiden bersama-sama Menteri-menteri bertanggungjawab kepada parlemen (KNIP).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun