Rancu! Kerancuan terkait syarat batas umur pencalonan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), sebagaimana hasil putusan Mahkamah Agung, sesuai amar putusan No 23 P/HUM/2024, (29/5) kembali menjadi polemik yang problematik.
Panggung Pilkada, baik di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota adalah arena kompetisi politik selain Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres), yang menentukan bagaimana struktur kekuasaan di tingkat lokal kedaerahan.
Karena itu pula setiap putusan yang berkaitan dengan ketentuan dalam ruang wilayah kandidasi, menjadi sedemikian sensitif, meski selalu dinyatakan demi keadilan bagi semua. Dasar alasan dan argumentasi atas pengambilan keputusan bisa dimaknai sebagai representasi kepentingan tertentu.
Sesungguhnya, literasi publik dalam membaca apa yang terjadi pada ranah politik nasional, tidak bisa dianggap remeh. Meski kerap jatuh pada pragmatisme politik semisal praktik politik uang dan skema budaya patron-klien, publik tetaplah memiliki nalar dan akal sehat.
Pertanyaan terbuka yang menimbulkan persepsi negatif publik seperti, (i) apa urgensi keputusan MA kali ini?, (ii) pihak mana yang diuntungkan dengan hadirnya putusan tersebut?, (iii) mengapa proses pengajuan serta pengambilan keputusan sedemikian singkat, berdekatan dengan momentum Pilkada?
Bila seluruh tanya itu diakumulasikan, dan tidak terdapat jawaban yang rigid untuk menjawab persoalan secara keseluruhan, maka publik memiliki hak untuk menerjemahkan maksud dan tujuan keberadaan suatu peraturan, ditilik dari aspek apakah mewakili kepentingan publik secara luas.
Batas Persyaratan
Terlepas dari konteks regulasi formal yang berpangkal pada pasal-pasal, sejatinya pemimpin adalah individu yang berbeda dengan kualifikasi spesifik nan khusus. Terlebih, kebutuhan pemimpin yang berada di ruang politik dan ditempatkan pada pucuk utama pengelolaan hajat publik.
Selain cerminan dari aspek kualitas personal, pemimpin adalah pihak yang diserahi amanah. Tersebab itu pula maka kriteria personal, seperti jujur, dapat dipercaya hingga adil, adalah kompetensi dasar yang dibutuhkan. Plus, menempatkan prioritas publik diatas kepentingan sempit individu maupun kelompok.
Persyaratan ditempatkan sebagai indikator batas. Termasuk ukuran umur, pendidikan dan catatan pribadi, diantaranya jumlah kekayaan serta kesehatan jasmani rohani, menjadi cakupan yang tidak bisa diabaikan. Semua persyaratan tersebut bersifat wajib dan menyeluruh, tidak terpisah-pisah.
Korelasi antara umur, pendidikan, kondisi kesehatan dan perekonomian mengandaikan kematangan psikologis, sebagai penanda bila seorang pemimpin adalah individu yang telah selesai dengan urusan pribadi, dan berkehendak untuk mengabdi pada kepentingan publik, terbebas dari konflik kepentingan -conflict of interest.