Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Kepemimpinan dalam Kepungan Kecerdasan Buatan

3 Juli 2023   06:56 Diperbarui: 4 Juli 2023   17:36 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh kalhh dari Pixabay

Berbekal modalitas dasar tersebut, maka seorang pemimpin akan mampu melihat urgensi penting teknologi beserta konsekuensinya, serta memastikan manusia tetap berada dalam koridor nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Seolah klise, tetapi memang realitas tersebut yang dibutuhkan.

Jika kita evaluasi tulisan Andreas Maryoto, Dunia Tanpa Pekerjaan, Kompas (1/7) terlihat bagaimana proyeksi yang dapat terjadi bila posisi kecerdasaan artifisial ini semakin dominan dipergunakan, ketergantungan manusia menjadi relatif tinggi, kemudian berbagai pekerjaan menghilang.

Kolektivitas Sosial

Peran kepemimpinan diharapkan melampaui cara berpikir kecerdasan buatan. Karena itu pemimpin masa depan adalah mereka yang memiliki visi jangka panjang, mampu menimbang persoalan dan turunan solusi yang dapat dihadirkan untuk menjawab permasalahan tersebut.

Padanan seimbang bagi bentuk kepemimpinan adalah para cendekiawan. Lapisan yang sebagaimana disebut M Alfan Alfian, Menghadirkan Kembali Intelektual Publik, Kompas (1/7) menjadi pihak dengan bobot pemikiran tercurah penuh pada perhatian akan kepentingan publik secara obyektif.

Bila kemudian merujuk pada karya Yuval Noah Harari, dalam Homo Sapiens, 2017 diterangkan bila kemampuan manusia berkomunikasi serta membangun kerjasama dalam kelompok, sekaligus berkehidupan sosial menjadikannya mampu membentuk peradaban, dengan sains dan perkakas.

Selanjutnya, Harari menuliskan Homo Deus, 2020, kelompok sapiens mampu melintasi berbagai kondisi krisis yang dihadapinya, meningkatkan kapasitas teknologi dan disitulah permainan peran dimulai. Manusia bertindak sebagai pencipta, playing god dengan bioteknologi hingga kecerdasan buatan.

Kiranya pada titik inilah, secara reflektif manusia mulai berkalang ego. Ambisi besar manusia untuk menjadi sang pencipta yang tidak terbantahkan, seakan melampaui kondisinya. Padahal sesungguhnya umur dan rasionalitas akal manusia sangatlah terbatas, untuk itu kita seharusnya mulai berbenah manakala berhadapan dengan kebaharuan teknologi kali ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun