Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Semiotika Warisan Pemimpin

22 April 2022   08:45 Diperbarui: 22 April 2022   08:47 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkah sekaligus musibah! Warisan memiliki makna berganda. Bergantung pada apa yang diwariskan dan bagaimana mengelolanya. Termasuk tentang warisan kepemimpinan.

Legacy. Disebut sebagai mahakarya yang dikenang oleh publik dari keberadaan seorang pemimpin. Kemampuan kepemimpinan dapat dilihat dari sejauh mana dukungan dan kepercayaan diberikan oleh masyarakat atas kinerja yang dihasilkan.

Seorang pemimpin, ingin selalu diingat dalam benak masyarakat akan keberhasilannya dan atas semua hasil positif yang dicapai. Dengan itu, upaya yang dilakukan untuk masuk ke dalam memori kolektif publik perlu dibentuk secara langsung -hasil karya nyata, maupun tidak langsung -konstruksi media.

Tidak mengherankan, pembangunan dalam nafas kemajuan dan modernitas ditampilkan sebagai ikon fisik. Pendekatan atas aspek manusia, menjadi tertinggal dalam proyek tersebut. Hal ini yang kemudian membuat pembangunan, justru kerap bersinggungan dengan publik itu sendiri.

Para pemimpin adalah mereka yang memiliki kuasa, untuk memutuskan apa saja yang dianggap perlu. Salah satu godaan terbesar pemimpin, adalah keinginan untuk terus memimpin, karena memiliki sifat yang menentukan serta berkuasa atas segala sesuatu di bawahnya.

Tergelincirnya pemimpin, kerap mampu menggunakan persuasif hingga tindakan koersif untuk membuat tunduk serta patuh. Berkuasa penuh, lantas mempersonalisasi kekuasaan. Persis Raja Louis yang menyebut l'etat c'est moi -negara adalah saya.

Setidaknya keinginan untuk terus melanjutkan kekuasaan memiliki dua makna berbeda, (i) memiliki kemampuan untuk mengelola kepemimpinan bagi kepentingan publik yang luas, (ii) mempertahankan kursi kuasa guna mendapatkan akses sumberdaya.

Keduanya jelas berbeda. Pijakan yang pertama jelas sesuai dengan aspirasi publik, suara mayoritas yang berkembang ditengah masyarakat. Sedangkan makna kedua bertujuan untuk melakukan akumulasi dari sekelompok kepentingan yang terbatas.

Kehendak publik, kerapkali diambil alih oleh segelintir kepentingan disekeliling kepemimpinan, dengan tujuan berbeda. Sebagian diantaranya menyebut, mengkhawatirkan keberlanjutan pembangunan yang tengah berjalan saat ini dapat terhenti, karena perbedaan visi suksesor kepemimpinan.

Begitulah isu dimainkan untuk mempertahankan status quo. Publik disodorkan pada ketakutan yang belum terjadi, untuk membenarkan posisi strategis menambah durasi kekuasaan. Padahal, akumulasi waktu berkuasa cenderung merubah watak dan karakter kepemimpinan.

Benarkah pembangunan berpotensi terhenti? Dimana kuasa publik sebagai pemilik kedaulatan? Lalu seperti apa semiotika -aspek tanda yang hendak ditawarkan melalui masa berkuasa dan warisan pemimpin?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun