Disini letak kebebalan bermula. Ranah politik domestik lebih dominan dari segalanya. Prinsip salus populi suprema lex esto selalu disebut, menyatakan keselamatan publik sebagai hukum tertinggi terlihat menjadi pemulas bibir.
Panggung PolitikÂ
Gegap gempita pergerakan kepentingan politik terlihat dari upaya menjajaki pasangan calon dalam kombinasi yang akan diajukan pada 2024.
Lebih absurd lagi, usulan pertambahan masa kekuasaan. Kasak-kusuk usulan tiga periode sudah dimunculkan ke permukaan.
Wajah kekuasaan dipertaruhkan untuk meredam ide liar yang menyalahi aturan konstitusi. Meski memang amandemen bisa dilakukan dengan kesepakatan segelintir elit oligarki.
Kursi kekuasaan itu diperebutkan sekaligus dibagi-bagi, perhitungannya terletak pada distribusi benefit dan privilege yang didapat.
Kita takjub dengan perilaku inkonsisten kekuasaan. Apa yang hari ini dinyatakan tidak, besok hari bisa berubah dengan berbagai alasan.
Kalau saat ini masih menolak, bukan tidak mungkin kedepan akan mempersetujui bila ide liar itu terus bergulir memenuhi media massa dan media sosial dalam membentuk opini publik.
Hingga akhirnya, skenario cerita politik berhenti pada pernyataan: "bila rakyat menghendaki, saya siap mengambil tanggung jawab".
Rekam jejaknya bisa dilacak dari riwayat eskalasi kekuasaan, termasuk tentang politik dinasti. Publik nampaknya harus sekuat mungkin menolak ide-ide absurd dengan dalih menjaga harmoni serta keamanan di masa mendatang.
Demokrasi akan selalu hingar-bingar, batasnya adalah rasionalitas dan etika. Tanpa pembatasan moral tersebut, riuh rendah tentang masa berkuasa akan mudah dimainkan oleh kepentingan kekuasaan itu sendiri.