Luluh lantak! Menara Al-Jalaa, yang menjadi kantor sejumlah media, seperti Associated Press (AP), Middle East Eye, dan Al Jazeera hancur diserang roket Israel.
Kejadian itu melengkapi peristiwa sebelumnya, dengan latar yang hampir sama. Menara Al-Jawhara tempat berkantor sejumlah LSM dan perwakilan institusi masyarakat sipil dari berbagai negara menjadi sasaran rudal.
Kedua kejadian itu memprihatinkan, sekaligus patut dicermati dalam konteks konflik Palestina dan Israel yang tidak kunjung usai.
Kita baru saja memperingati hari kebebasan pers dunia (3/5) dengan tajuk besar Informasi sebagai Barang Publik. Jelas teramat menyedihkan. Terjadi upaya dominasi perihal informasi.
Penghancuran objek publik dengan dalih tindakan mempertahankan diri, disebut menggunakan data intelejen yang valid dan presisi dilontarkan sebagai argumen Israel.Â
Kedua lokasi tersebut ditengarai menjadi pusat perlawanan atas serangkaian tindakan kekerasan yang dilakukan otoritas Israel atas warga Palestina. Seolah mengukuhkan legitimasi.
Tetapi tidak ada yang kebetulan dalam sebuah strategi peperangan, tindakan terukur dan terencana telah disusun untuk membungkam suara perlawanan Palestina.
Tidak dipungkiri sebuah media memiliki peran penting tidak hanya sebagai medium penyampai data dan informasi semata, juga membawa perspektif dalam menciptakan opini publik.
Perang yang berkecambuk antara Palestina dan Israel, bukan lagi menjadi medan pertarungan fisik, namun sekaligus menjadi ruang pembentukan persepsi dan narasi.
Kekuatan dukungan publik ditingkat dunia adalah pencapaian yang hendak disampaikan. Karena itu, menjadi teramat signifikan bagi Israel untuk menghancurkan gedung kantor berita dan perwakilan masyarakat sipil dunia.
Setidaknya ada dua hal yang diperoleh, (i) menebar ketakutan serta menunjukan superioritas, (ii) menghambat sekaligus menghentikan pasokan informasi yang berbeda dari sudut pandang Palestina kepada dunia.