Dekonstruksi Simbol
Melalui kasus korupsi yang telah berulang-ulang kali terjadi, terlihat petinggi negeri memperjualbelikan pengaruh melalui kedudukan dan jabatannya. Simbolisasi para penyambung lidah publik yang kemudian berubah menjadi segelintir oligarki, sesungguhnya teramat jauh dari mewakili kepentingan dan aspirasi publik.
Kekuasaan harus dipandang secara skeptikal. Ungkapan untuk melakukan perubahan dari dalam, sebagaimana idealisme para aktivis yang masuk dalam lingkar kekuasaan nampaknya menjadi hal yang muskil. Lagi-lagi kekuasaan itu sejatinya melenakan, segudang fasilitas dengan tawaran keistimewaan justru menciptakan perangkap.
Bahkan, pihak oposisi yang berubah posisi menjadi bagian dalam koalisi kekuasaan, pun terbukti tidak sanggup lepas dari jerat budaya korupsi. Apa yang menjadi pelajaran mahapenting dalam konteks kejadian tangkap tangan kali ini?
Pertama: ternyata kita belum lepas dari perilaku koruptif pemangku kekuasaan di semua level. Dengan begitu mengubah medan perang korupsi dari lingkup pemberantasan menjadi sekedar format pencegahan dan edukasi jelas tidaklah mencukupi. Dibutuhkan tindakan langsung yang efektif.
Kedua: komitmen yang konsisten dibutuhkan untuk bisa menguak secara terbuka korupsi diruang politik tanpa terkecuali bagi petahana. Celah korupsi tidak hanya berbentuk keuntungan material secara langsung, tetapi juga dalam kemudahan akses kebijakan yang dapat memberi keuntungan sepihak.
Ketiga: diperlukan penguatan kapasitas kelembagaan dari institusi KPK untuk bisa memiliki daya gedor yang powerfull, terutama dalam melacak dan mengejar kasus besar yang menyedot perhatian serta menyebabkan kerugian masif publik. Kasus korupsi yang tampak di permukaan merupakan fenomena gunung es.
Para pejabat dan petinggi negeri harus kembali pada dasar utama dalam memangku kekuasaan, yakni tidak lain untuk mengabdi bagi pemenuhan kepentingan publik bukan justru mengambil kesempatan. Dekonstruksi simbol kekuasaan menjadi pelayan publik harus dibuktikan lebih dari sekedar lip service belaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H