Mengutip Michel Foucault, pengetahuan menciptakan kekuasaan, dan begitu pula sebaliknya secara dialektik. Kekuasaan menghasilkan pengetahuan yang membentengi kepentingannya.
Kini dunia berkejaran dengan waktu. Seluruh negara, berlomba mencari solusi mujarab dari pandemi. Corak sebuah negara dan kemampuan pemerintahan, terlihat dalam model antisipasi mengatasi Covid-19.
Separuh Pengetahuan
Tampak pontang-panting. Semua negara terjangkit pandemi Covid-19, mengalami kondisi yang hampir tipikal pada awalnya. Pembedanya adalah respon kelanjutan, atas kemunculan wabah di masing-masing negara. Pengetahuan dan kekuasaan membedakan.
China sebagai episentrum awal wabah, mulai menggeliat, berangsur mengalami kemajuan menahan persebaran Covid-19. Menggunakan komando sentralistik, ditunjang teknologi.
Gelombang kedua di Eropa dan Amerika, masih terus bertambah. Pilihan yang ditempuh Eropa dengan penguatan basis sistem kesehatan, dan pengelolaan data menunjukan keberhasilan di Jerman dan Skandinavia. Sementara itu Spanyol dan Italia masih berhadapan dengan situasi pasang naik.
Pada belahan lain, Amerika mengalami peningkatan yang tidak tertahankan. Justru sibuk mencari kambing hitam permasalahan. Trump kembali membuka ruang seteru, dengan menuding kesalahan China.
Pilihan untuk menghentikan bantuan bagi WHO, adalah bentuk lain dari upaya Trump, guna menghukum pihak yang dianggap berseberangan, dan tidak tunduk pada supremasi Amerika.Â
Sebagai negara super power, Amerika di bawah Trump memang memposisikan kembali perannya sebagai polisi dunia. Wabah menunjukan wajah dari karakter asli manusia. Kekuasaan membentuk watak.
Dominasi sepihak, memuaskan ego. Sementara, terdapat kebutuhan kolaborasi warga dunia, karena keterbatasan pengetahuan akan wabah. Hanya dengan bersama, problem pandemi dapat dihadapi. Kita mencari pengetahuan bersama secara utuh.
Renungan Kekuasaan