Hingga pada bagian puncak, Nurudin hendak membuat proyeksi sosial dalam format kehidupan bernegara. Pragmatisme politik, terlihat dari betapa miskinnya nilai pemerintahan, dari mimpi bernegara.
Pemerintahan adalah wilayah kekuasaan temporal, yang ditentukan melalui periode pemilihan, dalam jangka waktu terbatas dan dibatasi. Seharusnya tidak mengganggu upaya pencapaian tujuan bernegara.
Terlebih karena narasi kenegaraan, bersifat long term, berdurasi abadi, dalam jangka yang panjang, sepanjang kehendak bersama untuk mempertahankannya. Kita telah koyak karena kepentingan jangka pendek.
Negarawan menghilang, terbitlah para politisi sektarian. Sedemikian kelam, terlihat dari berbagai perilaku yang cenderung anti demokrasi. Kebal terhadap kritik, serta koruptif, berupaya memangkas kekuatan sipil sebagai oposisi.
Populasi publik hanya dinilai menjadi data statistik, demi kursi kekuasaan. Merujuk pada Steven Levitsky, Daniel Ziblatt, Bagaimana Demokrasi Mati: Apa yang Diungkap Sejarah tentang Masa Depan Kita, 2019.
Kematian demokrasi dan kepentingan publik, seringkali timbul sebagai hasil dari sarana demokratis. Wajah kekuasaan, menunjukkan wujud aslinya. Tidak ada pilihan lain, kita perlu mengoreksinya sekarang.
Perbaiki literasi publik. Tidak hanya menerima paparan informasi, tetapi mampu untuk mencerna serta memahami substansi, dari pesan informasi yang tersampaikan. Partisipasi dan emansipasi, dibutuhkan untuk keluar dari situasi pragmatisme. Medan perjuangan itu, yang kini kita hadapi bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H