Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dalam Pragmatisme Kita Berseteru

15 April 2020   14:03 Diperbarui: 15 April 2020   14:11 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kepentingan bersama, terlampaui oleh ambisi dan hawa nafsu individu, ego ditampilkan secara picisan. Kehilangan keluhuran budi, kemampuan menenggang rasa, menguatkan solidaritas. 

Pada situasi terbaru, aksi menimbun dan memborong, dilakukan untuk mengejar keuntungan pribadi terjadi. Bahkan disaat pandemi. Kita butuh menggelorakan semangat kebersamaan, atas nilai kemanusiaan. 

Dalam kondisi sulit penuh kesusahan, pada periode kemerdekaan, kita justru mampu membangun cita-cita bersama. Tetapi di situasi setelah merdeka, tujuan-tujuan itu kembali mengalami keterpisahan.

Menyoal Sosial Media

Determinisme teknologi, adalah implikasi kemajuan kehidupan modern. Terdapat dua sisi yang menyertainya, Pertama: mudah berkomentar, warga negara dalam terma citizen, menjadi netizen yang anonim. Kedua: dikepung dengan pelintiran hoax dan kebencian, viralitas dalam masyarakat jaringan mudah terjadi. Konsekuensi kehadiran media baru.

Perilaku baru dalam kehidupan jagat digital, mempertebal perubahan yang terjadi di ranah individu. Diksi aku dan liyan, terkoreksi menjadi kami dan liyan. Ada pertentangan, konflik dan kontradiksi terjadi. Tanpa jeda, setiap saat, bahkan real time.

Kebenaran ditentukan secara tribal, jumlah followers. Fungsi komunikasi dengan key opinion leader, menggeser kepemimpinan formal. Kemampuan persuasi, bergantung pada kemampuan menjangkau populasi. Membutuhkan penguasaan media.

Serupa dengan apa yang disampaikan Tom Nichols, dalam buku Matinya Kepakaran, 2018. Para pakar justru berdiam dalam ruang akademik, sementara dunia maya dipenuhi opini sepihak para influencer.

Era post truth tercipta, sebagai sebuah situasi dimana kebenaran tidak dilandaskan pada fakta riil yang menyertai, melainkan pada kebenaran yang dirasakan sebagai hal benar berbasis emosional.

Menjadi komunitas sumbu pendek, aksi dan reaksi, balas membalas. Saling nyinyir, penuh sindir. Jarang memberi pujian, miskin dalam mengapresiasi, diisi dengan dengki dan kebencian. Wajah sosial kehidupan kita menjadi separuh belang.

Representasi Kebersamaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun