Bangsa Eropa, dalam penelitian penemuan dunia baru, yang diwakili penjelajah Spanyol. Hingga pada akhirnya sampai di tanah Suku Maya, memperlihatkan situasi tersebut. Senjata dan logam melalui meriam pelontar, memenangkan penguasaan.
Bersamaan dengan itu wabah terbawa serta, melalui hewan-hewan peliharaan. Binatang baru, yang bukan merupakan satwa endemik lokal, menghadirkan persoalan bagi suku asli, karena penularan kuman.
Wabah kemudian segera berpindah lokasi, mencari ruang baru. Seiring dengan migrasi manusia. Kini Corona menjadi pandemi, bisa jadi dalam logika yang sama.Â
Pergerakan dan ruang wabah berlangsung, bersama dengan interkonektivitas global.
Dalam sejarah, tercatat wabah flu Spanyol 1918, hadir pasca Perang Dunia I. Menginfeksi 30 persen penduduk dunia saat itu, dan menyebabkan kematian 10 persen diantaranya.Â
Wabah itu, menjangkau tanah Hindia Belanda. Hingga berakhir dengan pembentukan imunitas alamiah, setelah dua tahun lamanya.
Jalan Keluar
Berkaca pada kejadian di masa lalu, kita tentu memiliki harapan di masa depan. Teknologi yang ada saat ini, terbilang mencukupi untuk melakukan berbagai penelitian.Â
Problemnya, teknologi di dalam masyarakat modern telah menjelma sebagai rasio teknokratis, sebagaimana Herbert Marcuse nyatakan. Mewakili kepentingan serta ambisi sekelompok manusia, atas nama kapital.
Solusi yang ditawarkan dari situasi sulit ini, adalah kembali kepada nilai keutamaan teknologi, sebagai perangkat pendukung kehidupan manusia.Â
Menghadirkan keutamaan -arate. Bahwa sejatinya umat manusia adalah suatu masyarakat yang sama, dalam kehidupan dunia bersama. Maka ancaman atas satu manusia, adalah ancaman bagi semua.