Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tentang Manusia dalam Naungan Alam

24 Maret 2020   14:06 Diperbarui: 24 Maret 2020   14:15 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kilang-kilang minyak serta bahan bakar fosil, secara langsung menciptakan polusi dan perburukan kualitas udara. Berkonsekuensi pada dampak kesehatan publik. Sementara itu, upaya transfer alih menuju pemanfaatan teknologi hijau, justru terganjal oleh tangan-tangan korporasi mapan.

Upaya keras manusia dalam menciptakan laba, menghadirkan realitas baru, yakni hilangnya sisi kemanusiaan. Selain itu, menghancurkan sisi kepemimpinan manusia di atas muka bumi yang menjadi tugas utamanya.

Kepemimpinan tentu dibekali dengan pengetahuan, rasionalitas, termasuk kearifan serta kebijaksanaan. Dengan begitu, maka sebuah keputusan yang diambil, akan mengikat berbagai pertimbangan lain secara terkait.

Dalam kapitalisme, tidak terdapat ruang kebijakan yang holistik. Semua hal, dilandaskan pada kepentingan kapital, sebagai fokus yang utama. Tidak ada jawaban integral yang berkelanjutan. Konsentrasinya hanya pada situasi saat ini, tidak terlalu memperdulikan masa depan. 

Mungkinkah Revolusi Hijau?

Pada bagian akhir, dalam proses perjalanan kehidupan serta peradaban manusia, secara silih berganti kita berhadapan dengan berbagai krisis yang timbul, dalam upaya demi dan untuk pembangunan. Krisis ekologis menjadi puncaknya.

Revolusi hijau ditawarkan sebagai alternatif. Menjadi counter hegemoni atas kapitalisme. Gagasan kapitalisme berwawasan lingkungan, menjadi sebuah titik kompromi, meski bukan solusi jangka panjang. Pilihan bentuknya social entrepreneurship atau melalui program Corporate Social Responsibility.

Kini, modernitas telah berubah, menjadi ancaman bagi eksistensi manusia itu sendiri. Konklusi yang ditawarkan dengan membangun dimensi manusia berkelanjutan. Ditujukan bagi pembangunan kesadaran akan hakikat keberadaan dirinya, dalam keseimbangan ekosistem.

Manusia menjadi pemimpin bagi dirinya, menentukan secara bebas arah gerak kehidupan. Pilihan yang diambil harus mampu memastikan keberlanjutan spesies manusia di masa mendatang.

Hal tersebut di atas, menjadi lebih penting dari sekedar ornamen tampilan fisik pembangunan. Apa gunanya kemakmuran, yang dibangun dengan menggadaikan masa depan. Sebuah pertaruhan yang teramat mahal.

Situasi ini sama halnya, dengan refleksi mendasar, apa kontribusi yang bisa kita hadirkan bagi kehidupan bersama? Corona telah menampar wajah ketakutan kita, akan mekanisme defensif alam. Menjadi pelajaran pahit.

Merujuk kutipan Mahatma Gandhi, "Dunia ini cukup untuk seluruh manusia, tetapi tidak akan pernah cukup untuk satu keserakahan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun