Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Memastikan Suara Publik dalam Derap "Post Democracy"

1 Maret 2020   15:11 Diperbarui: 2 Maret 2020   09:08 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi bias demokrasi. (sumber: KOMPAS/DIDIE SW)

Luluh lantak. Sesungguhnya, tidak hanya Corona yang menjadi mengancam eksistensi manusia. Kekuasaan sekelompok manusia, bisa menjadi ancaman bagi manusia lain. Homo homini lupus.

Keadilan serta kesejahteraan sosial, adalah tema yang selalu menjadi pokok persoalan. Bahkan berulang dalam setiap proses konflik sosial di dunia. 

Sepanjang tahun 2019, sebelum ditutup dengan merebaknya Corona, diwarnai peningkatan ketegangan sosial di berbagai penjuru wilayah dunia.

Bukan hanya, Afrika dan Timur Tengah yang memang menjadi hotspot pertarungan kepentingan politik. Begitu juga di Amerika Latin, Asia Timur hingga Eropa. Gerakan rompi kuning di Prancis hingga revolusi payung Hongkong terjadi.

Pemicunya sangat beragam. Mulai dari persoalan harga parkir dan transportasi, kenaikan biaya bahan bakar hingga pencabutan subsidi pendidikan maupun kesehatan. Isu keseharian, menjadi pembicaraan publik, menyoal kepentingan komunal, berdampak politik.

Sementara itu, sepanjang 2019 dalam konteks domestik, isu politik lokal juga mencapai titik panas tertinggi bersamaan dengan periode kontestasi nasional. Polarisasi terjadi. Di bagian akhir, para elit berkoalisi. Di tingkat akar rumput, bara dalam sekam tersembunyi.

Pokok Soal 

Merebaknya ketidakpuasan publik di berbagai negara, memiliki muara yang sama. Tersumbatnya saluran demokratis. Suara dan aspirasi publik, tidak termuat dalam berbagai kebijakan.

Ruang demokrasi sesak. Padat dengan kepentingan kekuasaan. Demokrasi memang mensyaratkan sirkulasi kekuasaan. Dalam kerangka pragmatis, kekuasaan bermakna kekuatan modal.

Publik bergerak merespon realitas. Kenyataan sosial yang dihadapi, tertutup awan gelap tidaklah cerah. Ketimpangan dan ketidakadilan adalah sebuah kenyataan. Jauh dari mimpi adil, makmur, sejahtera.

Kelompok kekuatan politik, mengartikulasikan legitimasi sebagai hasil dari proses pemilihan umum, terutama bagi upaya konsolidasi sumberdaya untuk tetap mempertahankan kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun