Arah menunjuk, sangat bergantung tangan aparatus kekuasaan. Karena itu yang perlu disambung adalah tali rasa, untuk menyatukan hati dan kepala. Membangun dialog terbuka, menghargai yang berbeda, bukan sekedar membuat terowongan antar bidang.Â
Perlu secara perlahan, kembali kita merajutnya. Terlebih, di masa keterbelahan publik, pasca menguatnya politik identitas yang dimainkan para elite, lagi-lagi untuk berebut kuasa.
Kekacauan berpikir itu, lantas ditutup pernyataan pejabat publik, yang membidangi pembinaan ideologi Pancasila, dengan menyampaikan tesisnya, tentang agama yang berjarak dan diametral atas Pancasila. Tak pelak, hal ini kembali menyibak persoalan baru!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H