Apa fakta kejadiannya? OTT yang melibatkan Komisioner KPU, adalah sebuah kenyataan yang tidak dapat disangkal.Â
Hal itu bermuara dari usulan PAW Parpol, yang kemudian dilanjutkan dengan berbagai langkah. Merujuk hasil Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), peran Komisioner KPU dalam jalinan komunikasi dengan pihak parpol, secara terang diakui terjadi.
Persoalan yang kemudian dijadikan bantahan, atas hal tersebut, adalah tindakan tanpa dasar hukum yang dianggap cukup, untuk melakukan penggeledahan kantor parpol. Termasuk soal, membangun korelasi peristiwa dengan institusi partai. Kejadian itu, dimaknai oleh parpol, sebagai tindakan individual alias oknum.
Balutan Framing Media
Tidak berhenti disitu, tim kuasa hukum parpol, sejurus kemudian juga menyambangi Dewan Pers. Keberatan yang diajukan terkait dengan pemberitaan seputar kasus OTT Komisioner KPU.Â
Berdasarkan rekam jejak digital layar kaca, point yang mungkin diajukan adalah terkait framing berita. Terasa menyudutkan, serta tidak berimbang.
Hal ini menarik, karena memang media massa, khususnya media mainstream memiliki protokol aturan pemberitaan, serta mekanisme dalam sengketa pemberitaan. Problem itu berbeda dengan apa yang terjadi di rimba raya jagat dunia maya.
Framing, merupakan bagian dari kerja media. Pembingkaian peristiwa, adalah bentuk dari interpretasi atas pemahaman dan perspektif yang bisa jadi berbeda, antara satu pihak dengan pihak lain. Kesulitan terbesar dari kerja media adalah melakukan pembingkaian utuh dari suatu kejadian.
Tersebab karena itulah, maka framing diartikan sebagai langkah dan cara media untuk membentuk pesan, termasuk melakukan seleksi dan pemilihan bingkai yang dianggap sesuai dengan kerangka kebutuhan pemberitaan.Â
Bisa jadi dan sangat dimungkinkan terjadi bias. Maka pola cover both sides dipergunakan untuk melakukan perimbangan.Â
Kajian media menempatkan framing terkait dengan efek dan khalayak. Konstruksi pesan dari pemberitaan, akan sangat terkait kepentingan dan kemampuan publik dalam mencerna makna.Â