Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilih Kritis dalam Agenda Elektoral

29 Desember 2019   09:17 Diperbarui: 29 Desember 2019   09:21 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumlah parpol yang ikut dalam kontestasi, seolah patah tumbuh silih berganti pada setiap tahun elektoral. Praktis platform yang ditawarkan ke publik menjadi tipikal. Perbedaannya hanya pada pilihan individual calon yang diusung. 

Pada ruang yang lebih sempit tersebut, di tingkat personal political sphere -kandidat, maka parpol akan berhadapan dengan pragmatisme, antara calon populer atau kader. Hal ini semakin rancu antara kapasitas personal ataukah plus dukungan finansial.

Kondisi itu, berimplikasi pada lunturnya semangat berpolitik formal secara terorganisir, melalui jalur kepartaian. Tidak heran party identity sulit ditemukan secara lugas, pemilih cenderung bertindak seirama dengan tematik temporer kampanye.

Sosiokultural Pemilih

Aspek tinjuan yang perlu dikembangkan dalam upaya memenangi daerah pemilihan, berdasarkan hasil kajian Saiful Mujani dkk juga akan terkait dengan socio cultural sphere -ruang sosial budaya pemilih.

Kondisi ini terjelaskan melalui aspek sebagaimana religiusitas, etnisitas, pun termasuk kriteria demografi seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan. 

Melalui rangkaian telaah atas hasil-hasil pemilu, maka loyalitas tetap ada dalam jumlah terbatas. Pemilih yang semakin mampu mencerna proses politik lokal maupun nasional, memiliki derajat kebebasan yang independen untuk memilih.

Faktor terpaan iklan politik di media massa mungkin dapat mempengaruhi kognisi pemilih, namun sulit untuk dapat memastikan konversinya hingga tahap keputusan memilih -psikomotorik. 

Dalam komunikasi politik, pola persuasi akan masuk di level mikro -kognisi (pengetahuan/ kepala), di tingkat messo -afeksi (perasaan/ hati) hingga aspek makro -psikomotorik (perbuatan/ tindakan). Kemampuan meresonansi pesan menjadi penting.

Melalui pemahaman atas tipologi tersebut maka penentuan kandidat memang akan ditunjang pada tahap awal persoalan popularitas -keterkenalan, namun harus bisa membangun kedekatan sentimen menjadi akseptabilitas -penerimaan, hingga menciptakan elektabilitas -keterpilihan.

Mengenali corak pemilih, memetakan socio cultural sphere dan political sphere menjadi hal paling awal untuk dapat membaca tidak hanya perilaku tetapi juga gerak laku pemilih. Memenangi pemilihan adalah kumulasi kemampuan untuk memenangi isi kepala, hati dan tindakan pada pemilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun