Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

2020 dan Tantangan Kebijakan Publik

27 Desember 2019   14:21 Diperbarui: 28 Desember 2019   04:43 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kebijakan (KOMPAS/HANDINING)

Sulit memprediksi masa depan. Tidak ada yang pasti, selain ketidakpastian itu sendiri. Situasinya mungkin akan sedikit lebih berat. Tetapi toh kita sudah terbiasa hidup dalam tekanan yang berat. Mestinya tidak sulit.

Beberapa ekonom, menggambarkan tahun 2020 akan dibayangi dengan situasi perlambatan. Koreksi angka pertumbuhan, efek perang dagang China-AS, hingga laju investasi yang seret terproyeksikan.

Sebagian ilmuwan lain, menanamkan optimisme, dengan catatan tingkat konsumsi domestik dijaga dan dipelihara. Kedua cara pandang berbeda itu, sesungguhnya bersifat saling mengisi.

Dengan optimisme kita berani menatap masa depan, melalui pesimisme kita bersiap untuk berhadapan dengan resiko terburuk sekalipun. Bila demikian, perlu dipersiapkan perencanaan strategis terkait.

Human Center Oriented
Salah satu langkah yang perlu menjadi arus utama pembangunan dari kekuasaan di periode kedua kali ini adalah tentang modal sosial. Tujuan dasar pembangunan kehidupan bernegara ialah manusia.

Sebab apa? Karena melalui kesepakatan komunal tersebut, pondasi kehidupan berbangsa diletakan. Atas imajinasi bersama itulah, terbentuk kodifikasi konsensus menjadi konstitusi.

Pada ranah maksud serta tujuan bernegara, maka sekurangnya terdapat dua hal penting, yakni kesejahteraan dan kemakmuran. Dalam makna terpisah, kesejahteraan serta kemakmuran bermakna kuantitatif, ukurannya tercermin melalui indikator angka-angka perekonomian.

Sementara itu, dua kata yang saling terkait ini, sejahtera dan makmur juga terhubung secara kualitatif, direfleksikan melalui perasaan psikologis komunal. Kriterianya mencakup ruang keadilan dan kebebasan.

Di 2020, ketika aspek pembangunan diputar dari sebelumnya gerak bandul terkonsentrasi pada penyiapan fisik, maka tujuan untuk memastikan infrastruktur bagi kesejahteraan dan kemakmuran harus segera dimulai. Disitu terletak arah orientasi membangun manusia.

Politik Kebijakan
Turunan bentuk dari bagaimana pembangunan hendak menuju, terlihat melalui formulasi kebijakan. Bijak mengandung kebijaksanaan, wisdom mendasari policy. Lantas policy terbangun sebagai hasil dominasi politics.

Wilayah politik menjadi arena pertarungan bagi kepentingan publik. Mungkinkah elite yang diberi mandat dan legitimasi, pada akhirnya justru mengingkari kehendak pemilihnya?.

Bisa saja. Tergantung keselarasan kepentingan. Di periode terakhir ini, kekuasaan sudah seharusnya mendasarkan diri bagi sebesar-besarnya hajat publik.

Sebuah kebijakan publik, harus dapat menjawab masalah dan isu-isu yang krusial, terkait dengan kehidupan publik. Perlu cermat melihat sebuah kebijakan, karena terdapat banyak motif disana.

Cui bono? Demikian ungkapan filsuf Cicero, untuk selalu bertanya, siapa yang akan diuntungkan dengan suatu konstruksi tindakan. Kita perlu teliti sebelum mencerna kebijakan secara mendalam.

Sebuah kebijakan yang memiliki sisi keberpihakan kepada publik, dapat dilihat dari respons khalayak -audience. Feedback publik tampak dari tanggapan pembicaraan dan diskusi akan suatu kebijakan.

Konflik yang timbul dari sebuah kebijakan publik menjadi indikator derajat kepentingan suatu isu bagi publik. Sekali lagi, tendensinya bisa bernada sangat politis, karena kebijakan adalah hasil kompromi politik. 

Keberhasilan Komunikasi
Pada titik final konklusi, kebijakan harus merepresentasikan kehendak publik. Populi, kira-kira begitu harusnya jawaban bagi Cicero. Publik harus menjadi bagian yang diuntungkan dari pilihan pengambilan kebijakan.

Mengapa? Vox populi vox dei -suara rakyat suara Tuhan, itu hukumnya. Jangan bungkam suara berbeda dan kritik, karena dari situ kekuasaan akan mampu mengoreksi diri. 

Pemerintah harus mampu tidak hanya menyajikan komunikasi keberhasilan melalui indikator makro ekonomi, dalam kerangka besar dan nasional. Tetapi juga harus mampu membangun keberhasilan komunikasi, memastikan kebaikan dalam perasaan publik.

Bila begitu, kita tidak hanya berupaya memenuhi aspek kesejahteraan dalam bentuk welfare tetapi juga well being. Manusia sebagai bagian dari komunitas sosial sekaligus menjadi pribadi. Tidak hanya objek pembangunan, sekaligus subjek merdeka bagi kebebasan dirinya.

Jadi apakah kita harus pesimis atau optimis di 2020? Sebaiknya kita harus mengambil sikap di antara keduanya. Karena kekuasaan kerap dipergilirkan antar elite, dalam waktu sempit pemilihan. Karena itu pesimis dan optimis menjadi penyeimbang jalan.

Sikap pesimis menyebabkan kita ragu melangkah, dan berjalan perlahan. Sementara pilihan optimis membuat kita kerap melaju kencang, serta menutup mata. Kombinasi pesimis-optimis membuat kita terjaga dan tersadar dalam bertindak.

Bukan sekedar maju-mundur syantik, demi popularitas. Tetapi memastikan seluruh kebijakan yang diambil memiliki kebermanfaatan dan kemaslahatan bagi seluruh generasi bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun