Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menebak Pelanggan Loyal di Era Disrupsi

21 Desember 2019   20:36 Diperbarui: 27 Desember 2019   03:51 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak mudah bertahan bagi sebuah merek dalam abad digital ini. Sekurangnya hal itu tercermin dari sulitnya mengidentifikasi pelanggan loyal.

Prinsip pemasaran pada periode konvensional terus mengalami tantangan baru, selaras dengan terbentuknya konektivitas jejaring sosial -network society.

Sepanjang 2019, banyak brand yang hilang dan terseleksi secara alamiah. Kemampuan beradaptasi adalah kekuatan terbesar di era disrupsi yang sulit untuk diprediksi secara presisi.

Rangkaian buku trilogi Scott dan Alison Stratten yang UnMarketing, UnBranding, dan UnSelling menarik untuk memahami bagaimana sebuah merek produk barang dan jasa merespon gempuran perubahan.

Konsumen bersifat sangat cair dan mudah berpindah, sementara itu pertarungan antar brand semakin sengit. Abad disrupsi tercirikan melalui situasi VUCA -Volatile, Uncertainty, Complex, Ambigu.

Disisi lain, bersikap wait and see menjadikan sebuah brand menjadi kurang relevan dan tidak update. Lalu bagaimana menjawab tantangan perubahan yang begitu mengguncang benak konsumen?

No Shortcut
Mengacu pada Scott dan Alison, pelanggan memiliki karakteristik layaknya swing customer yang mudah berayun serta bergantung pada pemenuhan kebutuhan individu jangka pendek, sekaligus dipengaruhi oleh referensi publik.

Meski semua buku Scott dan Alison menggunakan frasa Un dibagian depan, yang seolah menyatakan tidak diperlukannya aspek marketing, branding bahkan selling, sesungguhnya secara hakikat tidaklah demikian.

Produsen selaku pemilik merek, diperhadapkan pada keharusan untuk melakukan metode dan strategi baru yang sejalan dengan kondisi perubahan.

Mekanisme penjelasan Scott dan Alison tersebar dalam banyak artikel, tidak ada pakem yang terlalu spesifik karena pola paparan yang disampaikan menggunakan berbagai contoh kasus.

Kesimpulan yang sangat solid adalah perubahan perilaku konsumen -consumer behaviour. Pada masanya, konsumen adalah objek pelengkap penderita yang pasif pada paparan pemasaran.

Kini sekitar 60 persen keputusan pembelian telah dibentuk di benak konsumen melalui pengumpulan informasi lebih awal, melihat rekomendasi, membaca testimoni, hingga mengukur rating. 

Sosial media menjadi alat bantu permulaan bagi etalase merek. Maka sulit memisahkan brand dari rekam jejak digitalnya, dan karena itu brand reputation digital perlu dikelola dengan sangat baik.

Relasi Setara
Produsen dan konsumen dalam posisinya termutakhir berada dalam kesetaraan yang seimbang. Konsumen menjadi sangat pemilih, ingin dilibatkan, menjadi bagian yang tidak terpisah dari kehidupan dan ekosistem sebuah brand.

Dengan begitu, terdapat batas yang semakin tipis antara produsen dan konsumen yang dikenal sebagai bentuk prosumer. Dimana produsen akan melibatkan konsumen, dan konsumen berpartisipasi pada pembangunan produk. Kolaborasi terjadi.

Jika sudah begitu, bentuk merek, pemasaran sekaligus penjualan menjadi berbeda. Konsumen adalah subjek yang berdaya. Harus terdapat upaya mendekati konsumen tepat pada level top of mind.

Jelas tidak mudah, dan tidak ada jalur tunggal menciptakan hal sedemikian. Masing-masing brand harus semakin memahami profile pelanggan, mempelajari perilakunya, serta menawarkan solusi atas kebutuhannya.

Scott dan Alison hanya memberikan panduan Stop, Start and Continue. Dimulai dengan Stop -berhenti mendikte pelanggan, Start -mulai mendengar respon konsumen dan Continue -melakukan perbaikan pelayanan bagi pelanggan.

Pada keseluruhan formula yang ditawarkan Scott dan Alison adalah menempatkan orientasi konsumen sebagai hal yang utama.  Toh pada akhirnya, semua kegiatan yang dilangsungkan dalam kerangka produksi, akan menjadi tersia-sia bila konsumen tidak berkehendak.

Oleh karena itu, Scott dan Alison mendorong penguatan point -dalam tujuan menjawab kepentingan konsumen, focus -pada problem utama pelanggan, dan perform -menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas sebagai solusi.

Dalam era network society, ketika era disrupsi terjadi kehancuran sebuah merek terjadi ketika tidak mampu menjaga konsumen memberikan rekomendasi terbaik bagi pembentukan lapisan pelanggan baru. 

Di titik tersebut, konsumen berubah menjadi brand ambassador yang bahkan dapat bertindak menjadi brand advocator. Bila situasi ini terjadi, maka riak gelombang perubahan dapat dilewati dengan tenang oleh para pemilik merek.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun