Logika defisit BPJS Kesehatan adalah tentang minimnya tarif layanan, dan begitu masifnya masalah kesehatan di tanah air. Persoalan kesehatan masyarakat itu layaknya fenomena gunung es di lautan, bahwa yang nampak akan jauh lebih kecil, dibandingkan struktur gunung es yang ada di bawah permukaan.
Bila tindakan medik yang diberikan berlebihan maka dalam kalkulasi ekonomi justru merugikan pemberi layanan, karena skema pembayaran bersifat paket dengan tarif yang ekonomis. Istilahnya kendali mutu kendali biaya.Â
Pertanyaannya, siapa yang bisa mengendalikan? Karena persoalan kesehatan adalah tentang diagnosa kemungkinan. Memang ilmu kedokteran bukan matematika yang tampil dengan rumus kaku.
Andai kata kasus defisit didekati dengan sudut pandang bahwa tindakan medis yang dilakukan dianggap sebagai diada-adakan, sebagai upaya mengejar keuntungan semata.Â
Pertanyaannya apakah terdapat manfaat yang diperoleh oleh pasien sebagai penerima layanan? Lalu dimana fungsi verifikasi tindakan medis yang menjadi tugas BPJS Kesehatan?.
Kita mafhum semua ingin menjaga citra, tapi jangan berburuk sangka. Benahi hal yang paling fundamental. Apa itu? Konsepsi kita tentang BPJS Kesehatan dan keterbatasan anggaran yang dimilikinya.
Bentuk yang disepakati adalah jaminan sosial, bukan sekedar bantuan sosial. Memberi jaminan dan tidak hanya membantu. Pemaknaan filosofisnya, terdapat upaya serius untuk memberikan perhatian pada urusan kesehatan publik.Â
Jaminan itu berarti perlindungan menyeluruh, bukan sekedar meringankan beban, maka makna mendalam terdapat ada upaya lebih signifikan guna memberikan bantuan. Logikanya, jaminan pasti lebih besar dari aset yang dipinjam.
Karena itu keberadaan BPJS Kesehatan diharapkan menciptakan masyarakat yang sehat, sehingga bangsa kuat dan mampu bersaing menjadi negara maju, itu ekspektasinya. Sementara realitasnya, dana terbatas.Â
Maka aspek etis melampaui problem teknis. Dimana, kekuasaan menjadi pengambil tanggung jawab terakhir dalam menyelesaikan urusan publik. Â
Jangan sampai kita terpukau pada proses pembangunan fisik yang tampak di depan mata, sementara pembangunan manusia justru menjadi pelengkap penderita.