Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Populisme, Politik Identitas, dan Dinamika Elektoral

31 Agustus 2019   18:28 Diperbarui: 1 September 2019   15:18 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi politik identitas. (sumber: KOMPAS)

Dari 2014 hingga 2019

Sesuai dengan temuan Burhanuddin, melalui lembaga survei Indikator, basis fakta yang diungkap dalam buku tersebut menampilkan temuan lapangan baik dalam bentuk survei opini publik, maupun kajian atas proses politik yang telah terjadi.

Jika merunut pembahasan dalam buku tersebut, yang banyak mengambil kajian pada perjalanan kasus Ahok dan Pilkada DKI yang menghadirkan kejutan dengan rising star AHY, serta Anies Baswedan sebagai representasi dari kelompok Islam Politik. 

Nampak Burhanuddin mencoba menjelaskan persoalan terbesar dari kesenjangan nilai approval rate atas kinerja Ahok yang tinggi dengan potensi keterpilihan.

Salah satu faktor yang dianggap membantu Anies untuk naik ke arena politik Ibukota, lebih disebabkan karena dinamika situasional atas penguatan sentimen yang terkonstruksi pada bingkai intoleransi sosial. Di titik tersebut, fenomena politisasi identitas dimainkan sebagai upaya memastikan dukungan.

Agaknya Burhanuddin perlu mempertajam persoalan politik identitas yang lahir dari substansi dasar di alam bawah sadar publik. Realitas yang jauh dari idealitas, menciptakan permasalahan pada memori kolektif publik. 

Pada kajian komunikasi, hal ini dapat diterangkan melalui aspek homophily yakni kelekatan berdasarkan kesamaan yang dimiliki. Titik kesamaan tersebut, menciptakan interaksi yang lebih mendalam.

Studi kasus yang dilakukan Burhanuddin, sekurangnya melibatkan beberapa aktor yang menjadi magnitude medan politik nasional. Termasuk Jokowi dan Prabowo dalam rematch 2014 dan 2019. Fenomena Jokowi dan juga Ahok adalah bentuk dari tingginya popularitas tokoh yang secara anomali berhadapan dengan rentang jarak tingkat keterpilihan.

Sudah jauh-jauh hari Burhanuddin melihat melalui kacamata survei bahwa politik identitas akan semakin menguat dan memainkan peran. Namun pada akhirnya, para pihak yang terlibat dalam proses kompetisi politik secara pragmatis akan mempergunakan hal tersebut untuk menguatkan dan merebut dukungan.

Situasi ini menjelaskan bagaimana peta pembentukan pasangan kandidat Pilpres Jokowi yang sebelumnya mengadang-gadang Mahfud MD justru berbalik menjadi KH Ma'ruf Amin. 

Selain proses kompromi dalam koalisi partai politik, sosok Kiai Ma'ruf dipandang signifikan dalam meredam isu anti Islam yang lekat dengan Jokowi. Meski figur Ketua MUI tersebut juga adalah tokoh yang identik dengan kebangkitan Islam Politik di 411 dan 212.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun