Sepekan berlalu kisah tentang tawaran NET TV bagi para pegawainya untuk melakukan golden shakehand mencuat. Cerita lalu berkembang tentang gagalnya idealisme berhadapan dengan realitas bisnis yang berubah.Â
Di sisi lain, beredar melalui berbagai whatsapp group mengenai kegagalan NET TV dalam mengantisipasi perubahan digital termasuk salah dalam menetapkan target market yang disasarnya.
Benarkah demikian? Kita perlu urai dengan rinci kemungkinan terkait. Meski upaya untuk mendapatkan peringkat rating dan share audiens tidak mudah diperoleh, maka melalui pendekatan digital kita bisa melihat bagaimana sesungguhnya NET TV menghadapi situasi bisnis aktual.
Sebagai stasiun televisi yang paling akhir dari sejumlah televisi swasta di tanah air, sesungguhnya NET TV menghadirkan kesegaran dalam konsep tayangan. Problemnya, hal ini dianggap sebagai idealisme. Padahal model bisnis ini juga sekaligus menjadi pembeda, merupakan strategi blue ocean.
Ketika NET TV membidik segmen kelas menengah atas, dengan rentang umur yang terkategori remaja dan muda, maka pilihan pasar tersebut menimbang segmen pasar yang akan menjadi target konsumen dimasa depan. Terang saja kelompok muda dan dari kelas menengah, diprediksi akan terus membesar dalam jumlah populasi.
Hal itu kemudian diterjemahkan dalam konsep tayangan yang mengedepankan problematika kelompok muda dan kelas menengah. Konsep drama komedi, hingga music dan berbagai talkshow dibuat dengan format tersebut. Problemnya lalu kemudian dikaitkan dengan perilaku konsumen kelompok muda dan kelas menengah yang berubah dalam mengkonsumsi media televisi.
Manajemen Media
Langkah tawaran pensiun dini NET TV dalam kerangka manajemen bisnis merupakan upaya untuk melakukan efisiensi, dalam makna membangun keselarasan pembiayaan dan pendapatan.
Sebagai sebuah mekanisme operasional yang wajar. Banyak pihak yang kemudian menganalisis perubahan bisnis dan kegagalan menghasilkan pendapatan sebagai biang perkara dalam mengambil langkah tersebut, bisa saja tetapi tidak sepenuhnya demikian.
Mengapa? Transformasi media di era digital, dengan model konvergensi memang telah terjadi, tetapi pola pembentukan pendapatan di sektor digital masih membutuhkan waktu untuk mencapai tahap kematangan, prosesnya masih bertumbuh secara bertahap.
Problem utama NET TV adalah corak digitalnya masih menyertakan pola konvensional sebagai basis utamanya. Kenapa begitu? Di media layar kaca penentu utama pendapatan adalah melalui iklan. Pemasang iklan berpatokan pada rating dan share televisi. Indikator yang dipakai adalah lembaga pemeringkat yang bersifat tunggal.
Untuk mendapat nilai rating dan share yang baik, konten disesuaikan dengan selera yang dapat diterima khalayak. Selain itu, masuk ke dalam logika radar lembaga pemeringkat. Diantaranya adalah persebaran konten di beberapa titik wilayah pemantauan.Â
Alhasil semua stasiun televisi mau tidak mau membangun perluasan jaringan dengan infrastruktur fisik yang membutuhkan sangat banyak investasi langsung. Jebakan fix asset, dengan initial cost yang besar belum tentu ada jaminan atas return mencukupi.Â
Sesuai manajemen media, mengutip Porter terkait kompetisi, maka sebuah industri yang memiliki tingkat sustainabilitas baik, bila mampu melihat dirinya dalam beberapa kriteria, termasuk: peta persaingan industri sejenis, tekanan biaya operasional, selera pasar, regulasi terkait dan pesaing pengganti yang bersifat substitusi.
Diera digital, youtube, netflix, bahkan sosial media para tokoh merupakan bentuk media baru, yang menjadi pesaing tidak langsung. Bahkan para artis yang berseliweran di NET TV pun memiliki kanal pribadi di dunia maya. Mereka bertindak juga sebagai produsen bagi channel tv digitalnya sendiri.
Dengan begitu, harus ada upaya serius perbaikan manajemen, dalam perspektif Ansoff, yakni membuka pasar baru dengan produk baru, atau memperdalam pasar lama dengan  produk baru. Dengan begitu, penghentian beberapa program di NET TV dapat dimaknai sebagai konsolidasi tayangan, penyegaran konten untuk mendapatkan format yang sesuai.
Ekosistem Digital
Tidak ada yang mampu memastikan bagaimana pendapatan diperoleh di era digital yang selalu berhadapan dengan perubahan secara dinamis. Tetapi secara nyata, dunia memang telah berubah.
Bila dilacak website dan sosial media milik NET TV, termasuk aplikasi mobile yang dimilikinya. Nampak seluruh perangkat digitalnya sangat lengkap. Lantas apa yang perlu dibangun? Penguatan basis komunitas sebagai sebuah ekosistem.
Jika merujuk Kasali, dalam buku #MO, sekurangnya NET TV harus mencari model pendapatan lain-lain, secara inovatif. Prinsip utamanya adalah membagun engagement, keterikatan dan keterkaitan emosional.
Maka proses trial and error pasti akan terjadi. Dinamika internal bisnis akan berlangsung terus menerus. Sekurangnya dalam pandangan Mosco, ada dua hal penting, kemampuan eksistensi media akan bergantung pada proses adaptif melakukan komodifikasi dan spasialisasi.
Apa maknanya? Komodifikasi diartikan sebagai cara membangun komoditas yang memiliki nilai, baik penguasaan data pelanggan, pengiklan, dan konten serta tenaga kerja. Sedangkan spasialisasi mengandalkan kemampuan untuk memenuhi ruang dan waktu, mekanisme agregasi bisa dilakukan dengan kolaborasi. Detail teknisnya? harus dibuat melalui data-data internal yang terkumpul di NET TV itu sendiri.
Bila melihat bentuk laku dari kemampuan media layar kaca nasional saat ini, bentuk yang terlihat adalah konglomerasi bisnis melengkapi dirinya dengan penguasaan media. Tidak ada pemilik media ansich dalam bisnis media semata. Bahkan diversifikasi konglomerasi media yang ada merambah sektor politik, ruang abu-abu yang bermain dengan regulasi.
Lalu bagaimana melihat kasus NET TV? dalam siklus bisnis fase NET TV masuk dalam kategori initial to growth, dimana bisnis dalam tahap-tahap awal akan mencari formulasi cara bertahan. Kemampuan untuk bisa mengadaptasi perubahan yang akan membuat NET TV akhirnya keluar dari masalah dan menghasilkan pendapatan baru, atau justru sebaliknya.Â
Perbaikan konten dan konteks dilakukan, sementata itu aspek manajemen media ditata ulang sesuai dengan model perubahan yang terjadi, dalam  menghadapi turbulensi disrupsi!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI