Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Demokrasi, Antara Pluralisme dan Neo Fundamentalisme

4 Juli 2019   00:59 Diperbarui: 4 Juli 2019   01:08 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sehingga, interpretasi atas Islam disusun ulang diluar konteksnya. Terkait hal tersebut, Roy memberikan saran untuk tidak meninggalkan Islam, melainkan membuka ruang dialog. Dengan begitu, Islam menjadi mampu untuk dipahami serta dikonfirmasi, guna diintegrasikan dengan nilai-nilai dalam demokrasi. 

Esensi dan Eksistensi

Pertanyaannya kemudian, bagaimana mendamaikan polarisasi yang sedemikian kuat terproyeksi setelah sebuah kontestasi politik yang sedemikian sengit terjadi? Bagaimana format rekonsiliasi yang dapat menyelesaikan pertikaian tersebut?.

Esensi demokrasi adalah memberikan ruang hidup bagi perbedaan yang terjadi, sebagai sebuah keberlimpahan nilai, sebagaimana pluralisme itu dipahami. Justru tidak dilakukan dengan upaya yang bersifat memaksa, tetapi membangun rasa saling memahami di dalam perbedaan tersebut.

Sementara itu, eksistensi dari keberadaan yang berbeda-beda, dihargai sebagai sebuah bentuk yang alamiah dari konsekuensi pembangunan kehidupan bersama dalam masyarakat. Termasuk memahami kehadiran neo fundamentalisme, sebagai bentuk kritik atas gagalnya rintisan demokrasi itu sendiri.

Jadi, apa yang dapat dilakukan? Meminjam istilah Oliver Roy, diperlukan kesadaran bersama untuk membuka lebar ruang dialog, sebagai sebuah upaya yang signifikan. Situasi ini, tentu tidak akan mudah terjadi dalam waktu yang pendek, terlebih masih tersisa luka hasil kompetisi politik. Butuh waktu yang cukup untuk kembali normal.

Sesungguhnya menunjuk diri mewakili sikap pluralisme, dan menempatkan pihak lain sebagai representasi radikal dari neo fundamentalisme, adalah bentuk prasangka yang belum tentu benar adanya. Terlebih karena dunia politik berorientasi pada kepentingan kekuasaan.

Kini, sudah saatnya upaya dialog rekonsiliasi, dilakukan dengan memberikan model panutan, mulai dari tingkat elite. Sekali lagi, tantangan kepemimpinan tidak usai saat ditetapkan sebagai pemenang, tetapi menjadi tugas yang melekat di pundaknya, sesaat setelah masa pelantikan. Kita tentu menunggu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun