Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Demokrasi Jalur Disensus

3 Juni 2019   17:07 Diperbarui: 8 Juni 2019   17:26 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi demokrasi (Toto S) | Kompas.com

Titik kesetimbangan demokrasi, terjadi melalui proses dinamis yang berkelanjutan, sehingga terdapat aspek yang berlawanan sebagai warna di dalamnya.

Keberagaman adalah bentuk alamiah kehidupan sosial yang tidak dapat dihilangkan, dengan demikian, menjadi berbeda bukanlah sebuah pelanggaran.

Titik negosiasi kehidupan demokrasi kita, terjadi melalui konsensus, sebagai bentuk kesepakatan bersama. Tetapi juga perlu diingat, dalam sebuah kemapanan bentuk, sesungguhnya mencakup kontradiksi internal didalamnya. 

Sehingga perselisihan, dapat dimaknai sebagai kekayaan pelengkap, dibanding menjadi faktor perusak.

Masih sulit menangkapnya? Begini, bayangkan sebuah negara yang memiliki publik dengan keseragaman pemikiran. Sudah? Lalu imajinasikan apa yang terjadi? Ada kesenyapan disana, tentu saja karena terjadi kebekuan pemikiran, terutama atas pandangan yang berbeda. 

Faktor dinamisasi kehidupan tidak terjadi. Menjadi berbeda dalam perbedaan adalah rahmat kehidupan.

Prinsip dialektika terjadi, antagonisme membangun sebuah sintesis, tetapi tidak mematikan potensi tesis dan antitesis baru. Dengan demikian, terjadi perubahan kualitas menuju proses perbaikan demokrasi. 

Bila demikian, upaya penyeragaman adalah bentuk pemaksaan atas realitas perbedaan.

Apa refleksinya bagi kita? Perlu disegarkan ulang memori bangsa tentang gagasan keseragaman pemikiran, bahwa ada kecenderungan yang otoritarian ketika pendapat diberangus untuk memenangkan opini kekuasaan. 

Kita terbangun atas kesamaan cita-cita dan tujuan hidup bersama, bukan atas kesamaan cara berpikir dan berpendapat. Ruang demokrasi yang lebih lapang, akan terbentuk ketika ekspresi dalam keragaman pikir, gagasan ataupun ide diterima secara terbuka.

Jangan Bungkam Oposisi
Dengan demikian, maka oposisi sebagai format antagonistik dari kekuasaan perlu ditumbuh kembangkan. Membangun narasi yang berbeda secara oposisional. 

Jangan lantas pendapat berbeda, dengan serta merta dicap sebagai pembangkang dan subversif pada kekuasaan. Karena kekuasaan perlu alat kontrol yang efektif, bernama oposisi.

Konsensus mewadahi proses disensus, sebagai bentuk perselisihan. Konflik adalah bagian natural dari kehidupan demokrasi, batas negosiasinya adalah kesadaran bersama. 

Perlu kemampuan untuk memaknai, bahwa yang berlawanan sesungguhnya menjadi bagian komplementer bersifat saling melengkapi. 

Demokrasi yang sehat, membutuhkan kubu oposisi, untuk menguji secara sahih arah demokrasi. Pemikiran yang monolitik, terjadi sebagai akibat dari dominasi kekuasaan, menciptakan tumpulnya sikap skeptikal atas hegemoni elite. 

Resistensi Kesadaran
Bahwa pemangku kuasa, bisa mempergunakan sarana represi, untuk menciptakan kesadaran palsu pada kognisi publik. Jika itu yang terjadi, maka sesungguhnya demokrasi telah mengalami kematian.

Harmoni dan simponi, disusun melalui nada-nada acak yang beresonansi pada sebuah orkestrasi. Kekuasaan mampu mendominasi, menciptakan hegemoni melalui kanal-kanal pengendalian kognisi, bahkan otorisasi kekerasan sekalipun.

Namun, secara mendasar, ruang perbedaan akan selalu akan muncul, meski dalam tekanan bahkan dalam represi yang kuat sekalipun. Resistensi akan semakin sengit terjadi pada kondisi opresif.

Perlu diingat bila saluran ekspresi berbeda, akan menyusuri celah-celah yang tidak terjangkau, mencari cara dan format menuju muara kebebasan di alam demokrasi. 

Untuk hal tersebut, maka sebaiknya kita memahamkan pendapat yang berbeda, sebagai hakikat kehidupan berdemokrasi. Memberangusnya adalah kesia-siaan, hanya menimbulkan alih bentuk perlawanan!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun