Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memahami Irasionalitas Kekuasaan di Sosial Media

3 Desember 2018   09:25 Diperbarui: 3 Desember 2018   09:30 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lebih jauh lagi, berita bohong dengan bobot emosional memang mempermainkan aspek rasionalitas, bahkan dapat membentuk terjadinya irasionalitas. Dan pada aspek politik yang berorientasi pada kekuasaan, irasionalitas adalah bagian pendukung terkuatnya. Terlebih di sosial media yang memberikan ruang bersembunyi dibalik akun-akun bodong, fake account dengan identitas yang samar, bahkan anonymous.

Hoaks adalah logika secara simetrik antara irasionalitas ekonomi dan politik, kekuasaan yang bersifat office seeking hanya berorientasi pada upaya mencari kedudukan semata adalah sebuah bentuk kegilaan. Sebagaimana Foucault sebutkan, bahwa kekuasaan itu selalu mempesona dan orang memilik kerelaan untuk menderita demi kekuasaan tersebut.

Praktik kekuasaan terjadi dalam seluruh bidang kehidupan kita, dan bentuk dari mekanisme sosial kita saat ini mengadopsi logika kekuasaan pada format memisahkan kesadaran dari tindakan. Inilah yang kemudian disebut sebagai kuasa hegemonic, bahwa kita tidak menyadari apa yang menjadi faktor penggerak dibandingkan rutinitas yang telah terkonstruksi dalam berbagai lembaga sosial yang ditujukan untuk memastikan keberlangsungan kekuasaan, semisal media massa dan media sosial.

Efek hegemonic yang mengilusi itu, pada bentuk yang sangat vulgar sebagaimana ketertundukan era kolonial, bahwa pihak penjajah hanya segelintir pemilik kuasa, yang berkolaborasi dengan sekelompok pihak yang mendapat keuntungan darinya -komprador, untuk melakukan penguasaan serta penundukan atas mayoritas penduduk negeri terjajah.

Dalam logika rasional, ukuran kuantitatif menunjukan ketidakseimbangan antara elit dan pihak yang disubordinasinya, tetapi toh tetap saja yang banyak dan mayoritas kemudian hanya bisa "diam" dalam kekejian penjajahan. 

Maka tugas kita semua adalah membangunkan rasionalitas, membangkitkan cara berpikir secara mendalam untuk memahami esensi, dan menyibak buih-buih kegilaan atas irasionalitas yang ditimbulkan dari kekuasaan yang melenakan tersebut, serta mewujudkan hakikat kemanusiaan pada diri kita, bersama didalam kolektif komunal bermasyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun