Mungkinkah? Peran kritis individu harus difasilitasi lingkungan sosial dan negara sebagai representasi regulator yang diberi kewenangan pengaturan.
Kemampuan untuk melakukan relaksasi, mengambil waktu kontemplasi, memberi ruang privasi dan menghargai posisi yang berbeda mungkin hanya sedikit bentuk tindakan yang dapat dilakukan. Disisi yang berbeda, keberadaan ruang publik yang ramah dan membangun upaya bersama dalam tujuan-tujuan serta kepentingan bersama juga menjadi penting untuk dilakukan. Terutama dalam kondisi realitas politik akhir-akhir ini yang terpolarisasi secara kuat dan seolah tidak terdamaikan.
Seajtinya, dalam kerangka kolektif sosial, diluar faktor individual, berdasarkan (Maliki, 2016) dalam Sosiologi Politik, Makna Kekuasaan dan Transformasi Politik, diketahui bila kemunculan kekerasan memiliki sejumlah syarat structural, diantaranya adalah; (a) terdapatnya degradasi kualitas lingkungan sosial, (b) terjadi ketimpangan distribusi sumberdaya material, dan (c) merupakan ekspresi dari bentuk keresahan dan ketidakpastian akan masa depan. Â Â
Dengan demikian, apa yang harus direformulasi? Penataan ulang dari lini kehidupan bersama harus benar-benar menjadi komitmen yang utuh, dari tingkat keluarga hingga sosial dan negara. Mungkinkah sifat dan karakter kekerasan dikelola? Tentu sangat bergantung pada bagaimana aturan main bersama dapat ditegakkan.Â
Ilustrasi sederhananya, binatang-binatang buas pada pertunjukan sirkus dapat menjadi mahluk yang berbeda dari sifat liarnya. Akankah domestifikasi, penundukan sifat kekerasan bersifat kekal? Tentu saja kita tidak dapat memastikannya, terlebih karena manusia adalah mahluk berpikir yang jauh lebih memiliki potensi kekerasan secara permanen, tetapi setidaknya kita telah berusaha!.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H