Pada banyak hasil survei yang terekspose di media massa, posisi keterpilihan Jokowi bertengger diangka 50-an %. Sebuah ilustrasi yang solid tentangpotensi keunggulan elektabilitas petahana, dibanding kandidat yang diusung kubu oposisi. Selisih jarak diantara kedua pasangan calon pun terpaut 20-an %, sebuah nilai yang teramat signifikan, dengan margin error atas sampling survei hanya 2% an.
Bagaimana memahami angka yang tampak konsisten tersebut? Bagi pengusung dan pendukung Jokowi tentu boleh berbesar hati, tetapi jelas juga harus waspada. Mengapa? Karena durasi pemilihan masih 6 bulan ke depan, sehingga perubahan persepsi dan preferensj pilihan politik masih sangat mungkin terjadi. Kenapa demikian? Tentu saja karena perilaku pemilih -voters behaviour, sangatlah dinamis.
Jika kemudian, dalam kurun satu semester menjelang pemilihan itu terjadi ekstrimitas isu yang menyentuh perhatian publik. Dalam makna, bila kemudian terdapat public interest yang meluas, serta merupakan problematika riil dari keseharian pemilih, bukan tidak mungkin terjadi peralihan pilihan. Hal ini disebabkan karena angka swing voters -pemilih yang masih mungkin berubah ditambah undecided voters -pemilih yang belum menentukan pilihan masih terbilang signifikan.
Atau bisa jadi, ditengah waktu hingga pemilihan nantinya terdapat kesalahan yang dibuat oleh petahana, dan mampu dikonsepsikan dengan baik oleh pihak oposisi, dalam tensi dan eskalasi opini serta pemahaman publik, bukan tidak mungkin arah angin dukungan mengalami perubahan.Â
Tetapi kedua hal pengganjal petahana tersebut, menjadi sangat kecil kemungkinannya, karena seluruh infrastruktur pemenangan serta mesin politik incumbent yang nampak telah bersiap dan dominan.
Indikasinya mudah terlihat, jumlah koalisi pengusung yang menjadi syarat dalam memajukan calon yang proporsinya mayoritas, belum lagi bila dikalkulasikan bersama dengan partai baru sebagai pendukung. Infrastruktur jaring kekuasaan, juga dimiliki petahana yang masih berkuasa hingga ke tingkat daerah. Fenomena dukungan kepala daerah baik yang sekubu dengan koalisi incumbent, maupun komitmen supportdari kepala daerah kubu oposisi yang menyebrang kepada Jokowi juga bagian indikator tersebut.
Belum lagi menyangkut dukungan kekuatan media massa yang telah secara terang benderang berada di dalam Koalisi Indonesia Kerja. Para pemilik media yang juga menjadi elit politik dari partainya masing-masing, masuk ke dalam benteng koalisi tersebut. Tentu juga berkait dengan &bahan bakar kampanye&yakni faktor finansial, yang tampak lebih terorganisir dan telah dipersiapkan sebelumnya.
Runtutan keistimewaan kubu petahana, masih ditambah beberapa momentum yang dijadikan sebagai penguat pesan dan citra, semisal membatalkan kenaikan harga BBM bersubsidi jenis premium, melakukan diversifikasi sasaran dana desa dengan dampingan dana kelurahan untuk wilayah perkotaan.Â
Tentu bingkai kemasan yang akan ditonjolkan adalah indikator makro ekonomi dan keberhasilan pembangunan fisik infrastruktur sebagai bukti kerja dalam periode kampanye nantinya.
Kuncian Politik Pengupahan
Tetapi sekalilagi, pendekatan statistik sosial melalui survei mengasumsikan sampel dalam populasi berlaku fixed mindset dan statis, padahal kita berada di era keberlimpahan informasi.Â
Perilaku dinamis pilihan politik publik pun menjadi sangat disruptif -perubahan terjadi secara cepat. Kunci yang dapat dipergunakan petahana dalam mempertahankan arah dukungan dalam waktu dekat kemungkinan adalah politik pengupahan yang akan segera dirilis.
Perdebatan menahun asosiasi pengusaha dan kelompok buruh, memang menjadi bagian politis. Ditengah situasi makro yang terjaga -menurut kubu petahana, maka kondisi perdagangan kita berada ditengah dunia yang bergejolak akibat perang dagang Amerika dan China.Â
Maka nilai tukar dan defisit transaksi berjalan menjadi ukuran pelemahan tersebut. Tetapi tantangan pengupahan domestik berada dalam koridor dan jalur yang berbeda, dalam logika mempertahankan dukungan pengusaha atau massa buruh?.
Kerancuan permohonan asosiasi pengusaha yang senilai Rp3.8 juta dibanding permintaan buruh sekitar Rp4.3 juta biasanya ditengahi pemerintah. Ditahun politik, maka kebijakan pengupahan bisa menjadi instrumen hegemonik.Â
Meski mungkin tidak mengakseptasi mutlak permintaan buruh, pemerintah akan bermain dilevel aman titik tengah psikologis, kemungkinan sekitarRp4 juta. Dengan demikian, mampu meredakan kemungkinan ketidakpuasan buruh, serta mereduksi kehilangan dukungan pengusaha karena jarak nilai kebijakan pengupahan menjadi tidak terlalu lebar.
Kepentingan Oposisi
Lagi-lagi apa maknanya? Petahana memang memegang berbagai kunci penting dalam pemenangan tetapi bukan segala-galanya. Masih ada rentang waktu yang cukup untuk mempersiapkan basis pemilih loyal sekaligus memperluas pengaruh bagi koalisi oposisi bila dapat dilakukan secara sistematik dan terstruktur, hadir dalam operasi senyap yang tidak membutuhkan ekspose meluas.
Bagi kelompok penantang, hasil survei adalah cambuk untuk bekerja, tidak lagi memainkan isu berdasarkan momentum tetapi memperkuat persuasi publik. Tidak perlu berkecil hati, karena lagi-lagi survei adalah pendekatan kuantitatif yang secara alamiah memiliki kekurangan secara inheren didalamnya, sekaligus mematahkan prinsip Phytagoras tentang mathesis universalis yang mengandaikan seluruh entitas alam hadir dalam eksistensi keterukuran.
Keputusan pilihan adalah kombinasi kesepakatan ditingkat kognitif -pengetahuan, menjadi kesesuaianafektif -emosi perasaan hingga keterpaduan konatif -tindakan, dimana perubahan pilihan bisa terjadi diberbagai level tersebut. Sudah saatnya pihak oposisi tidak bermain dilapangan bermain petahana, karena bisa sangat menguras energi, meski sesekali perlu pula tampil kemuka dan show off.
Sekurangnya ada beberapa hal penting bagi kubu oposisi, (1) konsolidasi mesin politik koalisi, tidak ada dinamika internal koalisi yang perlu ditampilkan kemuka adalah bentuk soliditas dukungan pemenangan, (2) memastikan pengorganisiran tingkat kader dan simpatisan pusat serta daerah, (3) menguatkan struktur persuasi interpersonal ditingkat bawah, sehingga bergerak secara internal menuju sasaran eksternal, dan tentu saja (4) menguatkan rumusan program kerja sebagai bentuk alternatif tawaran solusi persoalan publik secara riil.
Tentu saja dibutuhkan usaha yang padu dikubu oposisi untuk dapat lepas dari kuncian pamungkas petahana, jika ingin memenangkan pertandingan. Dan kemenangan survei, jelas bukan sebuah keniscayaan yang terprediksi secara kaku, bisa jadi hanya mengkonstruksi opini!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H