Banyak hal yang perlu dikoreksi dalam implementasi BPJS Kesehatan, defisit adalah titik akumulasi dari serangkaian kekurangan yang terjadi dalam pengelolaan program jaminan kesehatan nasional tersebut.Â
Pernyataan Presiden tentang teguran keras ke Direktur BPJS Kesehatan, terkait solusi defisit yang selalu ditumpukan melalui dana bailout pemerintah, pada Kongres Perhimpunan Rumah Sakit seluruh Indonesia beberapa waktu lalu menimbulkan ruang pertanyaan baru, terkait tugas dan tanggungjawab.
Sektor kesehatan merupakan salah satu bagian yang selalu mendapat sorotan dan perhatian publik. Setidaknya, kombinasi isu publik tersedot pada masalah ekonomi, pendidikan dan kesehatan.Â
Bahkan, tema-tema tersebut menjadi sangat krusial saat berkaitan dengan momentum kampanye politik. Kandidat yang unggul dalam kontestasi politik harus mampu merangkum program kerja yang mumpuni setidaknya pada sektor yang terkait hajat publik, yakni: ekonomi, pendidikan dan kesehatan.
Dengan demikian, sektor kesehatan akan menjadi sangat politis, dan menggunakan logika tersebut maka melalui mekanime politik juga penyelesaian masalah kesehatan dapat ditangani.Â
Dalam kerangka reflektif, kita akan secara perlahan melihat relasi-relasi terkait dibidang ekonomi-politik yang berkelindan dengan isu kesehatan publik, dan dalam kerangka ketahanan nasional pada upaya membangun keunggulan bersaing, indikator pencapaian tingkat kesehatan publik adalah bagian terkait.
Secara menyeluruh, kehadiran BPJS Kesehatan adalah wujud dari upaya perlindungan sosial untuk dapat memastikan aksesibilitas publik ke pusat layanan kesehatan, ketika mengalami sakit. Problemnya, sektor kesehatan sedari awal telah dilepas melalui mekanisme pasar, sehingga faktor supply and demand menjadi bagian penentu secara ekonomis.Â
Gagasan dan tujuan mulia tersebut, terkait jaminan kesehatan bagi publik dilakukan dalam kerangka yang terlampau luas, baik dalam tingkat cakupan maupun manfaatnya.
Persoalan lalu mengemuka, bersamaan dengan premi dalam konsep asuransi sosial tersebut, nilai keekonomian yang seharusnya diukur dari tingkat risiko potensi penyakit, direduksi menjadi nilai minimal yang mengenyampingkan kalkulasi aktuaria tersebut.
Maka selanjutnya, mudah ditebak, defisit muncul sebagai konsekuensi logis dari penentuan yang tidak disandarkan atas profil risiko tersebut. Walhasil, pembiayaan lebih besar dari pendapatan.
Tetapi, sekali lagi sektor kesehatan memiliki magnitude politik yang besar, dengan demikian perkara penentuan nilai premi layanan BPJS Kesehatan bukan sekedar problem sederhana mengikuti harga keekonomian, melainkan harus melalui persetujuan kuasa tertinggi atas pengambilan keputusan serta kebijakan publik.