Pecapaian penurunan angka ketimpangan melalui indikator Gini telah mengalami penurunan. Demikian pula dengan pertambahan upaya perlindungan bagi jumlah keluarga yang berkategori rawan, dalam program keluarga harapan. Posisi yang hendak ditekankan Jokowi pada segmentasi pidato ekonomi ini adalah keberhasilan penurunan jumlah pengangguran, dengan demikian terdapat asumsi investasi baru dan lapangan kerja.
Stimulus bagi UMKM adalah upaya pemerintahan Jokowi untuk mendorong apa yang disebutnya sebagai "generasi produktif"Â yang dapat diartikan sebagai kelompok muda millennial, agar dapat lebih banyak masuk ke dunia industri dalam negeri yang menggerakan sektor ekonomi. Diksi yang menarik tentang "40% lapisan masyarakat terbawah" alih-alih menyebut keluarga miskin dan sejahtera, adalah bentuk dari upaya Jokowi untuk tampil secara manusiawi, tidak melakukan diskriminasi dan pembedaan, meski dalam makna serumpun.
Meski demikian, Jokowi tidak memungkiri jika terdapat persoalan yang mungkin akan terjadi dikemudian hari sebagai konsekuensi dari integrasi sistem secara internasional, dan lebih jauh lagi, hal tersebut merupakan ancaman dari ketidakpastian global, sesuatu yang disampaikan (Hendra Kusuma, 2018) dengan rincian berita berikut ini;
Link: baca ini
Penjelasan Jokowi tentang bahwa hanya bangsa besar yang akan berhadapan dengan persoalan yang besar, dengan demikian, maka logika yang hendak dibangun Jokowi adalah memposisikan Indonesia sebagai negara yang "besar" dalam segala aspek yang dimilikinya, terutama kekayaan keragamanan sosial.
Terlebih lagi pilihan kata "tantangan" dibandingkan dengan "masalah", hendak menegaskan bahwa terdapat optimisme, karena "tantangan" lebih bermakna positif jika dikomparasikan dengan "masalah" yang memiliki tendensi negatif.
Pada sisi lain, secara subjektif, Jokowi beralih dari pilihan kata "saya" menjadi "kita" saat berbicara tentang tantangan yang akan dihadapi dimasa mendatang. Hal itu selaras dengan "modal sosial" yang diartikan sebagai keyakinan atau dalam bahasa Detik.com disebut sebagai pede, bahwa melalui kebersamaan dalam persatuan dan kesatuan semua tantangan itu dapat diselesaikan, guna dapat keluar sebagai bangsa pemenang.
Terkait dengan proses politik, ditahun 2019 yang akan berlangsung, Jokowi tidak ketinggalan memberikan uraian dalam pidato kenegaraannya, meski sejatinya konteks pidato menjadi bagian dari peringatan Hari Kemerdekaan ke-73, tetapi secara langsung Jokowi menyebut pentingnya menjaga "suhu" kebangsaan, bahkan dalam perbedaan pilihan politik, sebagaimana diturunkan (Ray Jordan, 2018) dalam beritanya;
Link: baca ini
Berdewasa dalam berpolitik adalah statement tentang kematangan mental publik yang telah teruji melalui momentum pilkada serentak. Jokowi menambahkan, ketegangan dan ancaman telah berhasil dilepaskan, dengan basis inspirasi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, tetapi dalam hal ini Jokowi nampak lupa bahwa dalam agenda Pilkada serentak se-Indonesia tertutp oleh riuh rendah Pilkada DKI Jakarta yang kemudian menciptakan suasana sebagaimana yang terjadi saat ini dengan polarisasi kubu yang ditengarai dalam pengistilahan "Cebong" dan "Kampret".
Berkali-kali dalam berita ini, Jokwi menggunakan frasa "saya" terkait keyakinan dirinya bahwa tahun politik di 2019 akan disambut dengan antusias dan penuh kegembiraan, meski demikian Jokowi menyatakan kata "kita" sebagai bentuk keberhasilan melalui event Pilkada serentak adalah usaha bersama seluruh pihak warga bangsa, dan dalam kedudukan tersebut, sejatinya kita telah sejajar dengan bangsa-bsangsa lain yang berdaulat dan bermartabat.