Selain itu, tindakan antisipatif lain semisal ketakutan akan hantu komunisme dan PKI yang menjadi memori traumatik kolektif dimasa lalu, tentu menjadi kewaspadaan tersendiri untuk me-restriksi peluang atas situasi tersebut dikemudian hari. Sebagian pengamat menyebut hal ini menjurus fobia, ketakutan yang berlebihan karena komunisme adalah sosok tidak nyata, ingat bahwa ini adalah soal bentuk traumatik komunal, tentu tidak bisa dihapus dengan sekedar menekan tombol delete, karena tersimpan dalam ruang memori.
Jadi bagaimana dapat melakukan adaptasi bagi situasi kepanikan? Setidaknya beri supportpositif dan hindarkan sentiment negatif. Beri ruang yang cukup sementara waktu untuk meredakan ketakutan, tetapi jangan tinggalkan dalam kesendirian. Karena efek traumatik psikologis yang bisa jadi lekat dalam memori, maka perlu durasi waktu berkesinambungan dalam pemulihan hal tersebut.
Apa refleksinya menghadapi kepanikan disemua bentuk kehidupan kita? Jelas ini soal membangun mentalitas berhadapan dengan kondisi yang mungkin berubah dengan sangat cepat dan drastis. Terakhir, atasi kepanikan itu, dengan mendorong pemenuhan atas penyebab persoalan dari timbulnya rasa khawatir dan takut yang mungkin sulit dijelaskan. Dalam kasus bencana, maka kecemasan soal hari esok dan stok makanan, adalah persoalan yang harus dituntaskan agar tidak menimbulkan penjarahan dan kerusuhan, sehingga menjadi tumpukan masalah baru. Dititik itu efektifitas kerja pemerintahan diuji!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H