Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Refleksi Kritis BPJS Kesehatan

28 Agustus 2018   12:53 Diperbarui: 28 Agustus 2018   13:12 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Atas silang sengkarut dan perdebatan bak panggung adu argumen, maka permasalahan BPJS Kesehatan harusnya mampu menghadirkan ruang reflektif. 

Dalam pemahaman filosofis, sebuah fenomena akan dilatarbelakangi oleh keheranan, kesangsian dan kesadaran atas keterbatasan yang kemudian melompat pada upaya penyelesaian dalam mencari jawaban persoalan.

Persoalan BPJS Keseahatan jelas bukan semata kejadian yang temporal, tetapi butuh penyelesaian yang berkelanjutan, karena akan berlaku sebagai continuing programme. Sehingga, apa yang terjadi kali ini harus dapat dtangani dengan baik, dalam posisi sebagai manusia pembelajar.

Mengutip Heidegger, manusia hakikatnya berada dalam lintasan sejarah waktu, yakni masa lalu, kini dan akan datang yang dikenal sebagai waktu asali, dengan konsekuensi bahwa manusia dapat mengantisipasi masa depan, mengambil kembali apa yang telah berlalu serta mengaktualisasikannya didalam kondisi kekinian.

Parapihak yang terkait sebagai stakeholder BPJS Kesehatan, hendaknya melakukan refleksi kritis atas kontribusinya dalam penyelenggaraan program tersebut. Pemegang premi, berupaya mencegah kesakitan menjaga hidup sehat, meski kondisi sakit dan darurat bisa jadi tidak dapat ditolak. Pemberi layanan, bersikap bijak dalam penentuan tindakan medis, tidak berlebihan dalam memberikan terapi bagi pasien.

Sementara pihak penyelenggara program yakni BPJS Kesehatan memperbaiki model pengelolaan keuangan baik dari sisi optimalisasi pendapatan atas premi dan memastikan akses pelayanan dapat dijangkau seluruh masyarakat. 

Pelibatan dan partisipasi publik, yakni masyarakat dan tenaga serta institusi kesehatan hendaknya dibangun sebagai satu kesatuan, tidak dipisah-pisahkan. Sejatinya, kerangka kerjasama menyoal tentang terbentuknya mutual trust yang bermakna simbiosis mutualisme, sehingga tidak aka nada pihak yang dirugikan dalam pelaksanaan kerjasama tersebut.

Seperti kehadiran ilmu pengetahuan didalam masyarakat, maka hal tersebut harus dapat memberi dampak atas lifeworld dunia keseharian kita, sehingga ilmu pengetahuan akan berdampak secara intelektual sebagai pertambahan pengetahuan itu sendiri, serta berdampak sosial praktis yakni memahami kausalitas dan kebermanfataannya atas kuasa manusia -penemuan.

Memastikan Kehadiran Negara

Meski Adam Smith berbicara tentang invisible hand -kuasa penawaran dan permintaan, tetapi negara sebagai bentuk formalisasi dan institusionalisasi kekuasaan, sudah seharusnya hadir dalam persoalan yang menyangkut hajat hidup publik. Sektor kesehatan dijadikan ukuran atas indikator kualitas manusia, selain itu kualitas kesehatan penduduk menjadi bagian penting dalam membangun daya saing di era kompetisi global.

Dampak kehadiran sebuah kebijakan akan sangat bergantung kepada penilaian atas efektifitas, efisiensi, ketepatan solusi -adequacy, pemerataan -equity, kepekatanggapan -responsiveness serta ketepatgunaan -appropriateness. Tentu kita membutuhkan penilaian yang objektif dalam melakukan pengukuran tersebut, tetapi yang tidak bisa dikesampingkan lagi adalah kepekaan pemerintah untuk menangkap aspirasi yang berkembang.

Pemerintah mensimbolkan upaya untuk memerintah dan diikuti seluruh warganya. Dalam pandangan Althausser, maka negara merasuki seluruh bidang kehidupan dan tatanan bermasyarakat dengan ideologi kekuasaan, pun termasuk menghadirkan RSA -Repressive State Apparatus (Hukum, Penjara, Tentara dan Polisi) maupun ISA -Ideological State Apparatus (sekolah, media massa dan budaya). Tetapi bagaimana memerintah menghadirkan rasa kebersamaan dan keadilan sosial?.

Tentu di alam demokrasi, pemerintah lalim dan otoriter akan berhadapan dengan sendirinya pada kelompok yang direpresinya, pengalaman kesejarahan bangsa ini memperlihatkan bagaimana era orde lama dan orde baru ditumbangkan karena pengabaian hak publik. Pemerintah perlu lebih banyak mendengar dan melihat realitas fisik atas jumlah antrian pasien dipusat-pusat layanan kesehatan.

Lalu bagaimana dengan kondisi BPJS Kesehatan kali ini? Ibarat perahu retak yang terapung di tengah samudera, berhadapan dengan riak gelombang yang mungkin akan mengandaskannya, maka koreksi total dan perombakan aturan-aturan tersebut harus dibuat dalam upaya memastikan semua pihak memperoleh posisi yang saling menguntungkan. Peraturan adalah kebijakan yang diambil seagai perangkat ideologi, dan dalam hal ideologi yang memastikan kepentingan publik secara meluas perlu diterjemahkan secara lugas, agar perahu itu tidak benar-benar karam!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun