Di periode pidato kali itu, Jokowi melakukan penjabaran program kerja secara terstruktur, terkait langkah terobosan dalam mengentaskan kemiskinan, pengangguran, ketimpangan dan kesenjangan sosial. Lalu disambung dengan langkah gerak yang dilakukan, yakni: pertama; percepatan pembangunan infrastruktur. Kedua; penyiapan kapasitas produktif dan Sumber Daya Manusia. Ketiga, deregulasi dan debirokratisasi.
Selanjutnya, Jokowi menyebut upaya perbaikan kondisi serta akses sosial kualitas pembangunan di sektor kesehatan, pendidikan, dan jaminan sosial. Serta disinggung pula tentang reformasi hukum, manajemen anggaran, dan politik luar negeri termasuk aspek domestik seperti demokrasi, politik dan keamanan. Istilah Revolusi Mental dikemukakan, Â dimaknai sebagai perubahan pola pikir dan perubahan sistem pemerintahan.
Situasi tersebut, dilatarbelakangi dan bersamaan dengan proses reshuffle kabinet Jokowi untuk mendapatkan formula yang lebih sesuai dengan gerak kerja Presiden, sekaligus mengakomodir pertambahan anggota koalisi pemerintah, dimana PAN, PPP dan Golkar berlabuh dan mulai mendapatkan konsesi jabatan menteri. Koalisi yang semakin gemuk, jelas terkait kompromi.
Konstelasi Paska Pilkada DKI
Berbeda dari pidato sebelumnya, pada kesempatan HUT ke-72, Jokowi menyapa dalam setiap batas paragrap kalimat menggunakan bahasa daerah. Seolah hendak sinkron dengan kalimat pembuka pidato, yang mengkalkulasi jumlah penduduk dan kepulauan kita. Titik tekan kemudian berpindah, terkait dengan mentalitas negatif yang harus direduksi.
Perubahan ditingkat dunia, singgung Jokowi harus direspon dengan cepat, karena itu pula kita harus mampu berubah. Aspek ideologi Pancasila diharapkan menjadi pemersatu kita. Arah dari proyeksi kerja pemerintah berfokus pada pemerataan ekonomi yang berkeadilan, dengan menyebut mewakili kepentingan 40 persen terbawah (-baca: miskin).
Situasi yang melingkupi saat itu adalah hasil Pilkada serentak, dengan Pilkada DKI yang menjadi sorotan utama. Posisi yang ditinggalkan Jokowi tidak berhasil diteruskan oleh Ahok, sebagai buntut dari "keseleo" lidah Ahok atas Al Maidah 51. Dibagian akhir, Jokowi memberi pesan terkait hal tersebut, tentang demokrasi serta stabilitas politik dan keamanan guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, serta membangun kerukunan dalam keragaman.
Indikator Keberhasilan Kerja
Penuh angka, demikian isi pidato Jokowi pada HUT ke-73. Indikator angka dimunculkan sebagai pilihan Presiden untuk berbicara tentang keberhasilan pembangunan yang telah dicapai. Kondisi ini berbeda dari pidato-pidato terdahulu yang lebih sedikit menampatkan angka sebagai pelengkap kuantitatif. Kali ini, pidato kemerdekaan lebih bersisi matematis, selain lebih panjang dari biasanya.
Upaya penegakan hukum, dengan pemberantasan jeratan korupsi ditampilkan melalui jumlah OTT. Termasuk menyampaikan kerja dalam menjaga kekayaan alam, serta berdaulat atas sumber daya alam dengan menyebut beberapa kelolaan blok migas kembali ke tanah air, termasuk Freeport.
Sesuai kebiasaan paparan pidato Presiden, maka pelibatan angka-angka biasanya dipergunakan dalam laporan nota keuangan dan RAPBN. Jokowi, lebih banyak berfokus pada paparan ekonomi, termasuk berbicara tentang makro ekonomi dengan upaya meningkatkan kualitas pertumbuhan, serta menyiapkan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan dalam jangka panjang.