Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hilangnya Keheningan dan Kontemplasi Politik

17 Agustus 2018   23:40 Diperbarui: 18 Agustus 2018   09:34 1036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Disisi lain, kita menjadi penunggu yang sabar, menanti comment and like datang setelah upload. Dalam kontinuitas budaya yang baru, kita memang selalu diganggu oleh teknologi yang kita ciptakan sendiri.

Fase keheningan menghilang, padahal hening adalah pembawa kedamaian, lepas dari hiruk pikuk. Periode keheningan menghadirkan ruang kontemplasi, melakukan evaluasi dan koreksi.

Kini kita kehilangan ruang menyendiri, selalu terkoneksi, menjadi pencemas bila tertinggal arus informasi, lantas khawatir menjadi kurang update. Tidak ada lagi batas waktu beristirahat, menjadi tidak sabar sekaligus tidak tenang.

Studi tentang cahaya dan kegelapan National Geographic memberi ilustrasi nyata tentang gangguan tidur. Bahwa sel-sel tubuh pun membutuhkan waktu regenasi yang cukup, selama si empunya tubuh bisa beristirahat secara cukup. Dan bagi manusia modern hal ini merupakan sebuah tantangan.

Gadget ponsel, laptop, televisi bahkan ipad menjadi sarana yang kini menghabiskan waktu dimalam hari. Pancaran sinar cahaya, memberikan rangsangan bagi sel didalam tubuh untuk berinteraksi dan terjaga, sementara dalam gelap sel merelaksasikan diri untuk regenerasi secara sempurna.

Sirnanya Hening Politik

Melalui teknologi pula, keheningan hilang dipanggung politik, sehingga tidak ada ruang beristirahat. Saling berbalas, melempar argumentasi, menyusun basis pertahanan, sambil mencari sumber-sumber baru untuk beradu kepentingan dilakukan setiap waktu.

Semua terjangkiti, pun termasuk individu didalam publik. Teknologi internet, sebagai sarana pembentuk jejaring sosial diruang virtual mengikis teori spiral of silence yang pernah hadir sebelumnya.

Sesuai kurun waktunya, (Neumann, 1973) teori spiral keheningan ditempatkan sebagai bentuk respon diam kelompok individu yang merasa berbeda pendapat dari arus utama pendapat yang berlaku. Sikap untuk menarik diri dari ruang yang dominan tersebut, merupakan bentuk bekerjanya konsep kuasi statistik individu yang dapat memposisikan pendapat dirinya atas opini mayoritas dilingkungan sekitarnya.

Tetapi masa-masa itu berakhir sudah. Sosial media menjadi panggung terbuka, ruang yang memberikan peluang dan kesempatan yang sama bagi siapapun, untuk bertindak sebagai komunikator maupun komunikan. Aspek privasi bisa dimunculkan melalui anynomus atau fake account.

Ruang di dunia maya menghadirkan kesejajaran serta kesetaraan bagi seluruh end user alias netizen. Bahkan tanpa pandang bulu, komentar pedas serta tidak jarang kebabalas justru menjadi bumbu yang mempekeruh suasana, termasuk pembiakan hatespeech.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun