Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Politik Harapan dalam Balut Kebohongan

16 Agustus 2018   13:18 Diperbarui: 16 Agustus 2018   13:41 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokrasi adalah panggung, sementara politik adalah sarana menuju panggung. Dalam konteks masyarakat demokrasi, maka politik adalah hal yang tidak terpisahkan berbicara tentang kekuasaan serta kewenangan.

Sejatinya, kolektif manusia sebagai homo socius selalu tergerak atas motif harapan dimasa mendatang, sehingga kesepakatan akan suatu hal menjadi daya dorong bagi pencapaian dikemudian hari.

Ekspektasi bersama, menjadikan manusia bersedia untuk membangun kerjasama demi tercapainya tujuan akhir. Manakala realitas berbanding terbalik dari harapan yang diimpikan, maka kekecewaan serta ketidakpuasan muncul sebagai bentuk ekspresi.

Begitu pula yang terjadi diranah politik. Janji tidak sesuai ekspektasi adalah kenyataan yang sering terjadi. Dalam bahasa promosi, stimulasi atas citra kelebihan produk melampaui kapasitas riilnya.

Sesungguhnya, kemampuan terbesar politik pada alam demokrasi, adalah membangkitkan harapan bersama untuk menjadi motivasi menuju perubahan. Sayangnya, pragmatisme kekuasaan yang melenakan terhenti sampai kepada upaya pemenangan dan pembagian kuasa. Tidak lagi menyoal tentang upaya membangun semangat kebersamaan, yang bisa jadi telah koyak karena kepentingan sempit jangka pendek.

Pada praktiknya, kerangka politik nasional kini tengah berhadapan pada persimpangan antara idealisme gagasan dan aspek praktis dalam mendapatkan kewenangan atas kekuasaan.

Tidak mengherankan bila fenomenanya menunjukkan gelagat kaderisasi secara instant maupun politikus kutu loncat, karena kita hanya berbicara tentang peluang keterpilihan yang diformulasi melalui fase dasar popularitas. Kini menjadi politikus menjadi sangat sederhana, syarat utamanya adalah keterkenalan, maka artis dan selebritis menjadi target kader.

Tentu saja hal tersebut tidak dilarang, tetapi fungsi partai politik dalam konteks artikulasi aspirasi hingga rekrutmen kader tidak terjadi sebagaimana yang seharusnya. Sekali lagi, sudut pandangnya moralis, sehingga dampak serta efeknya tidak menjadi signifikan, karena saat ini kita menggunakan kacamata kuda dalam implementasi praktik politik.

Berbalut Tabir Kebohongan

Kelebihan Homo Socius adalah kemampuan berkomunikasi dan menjalin kerjasama. Disamping itu, komunikasi yang dibangun, menjadi alat pertukaran informasi antar sesama ini, memunculkan budaya baru sebagai penyerta, diantaranya kasak-kusuk hingga manipulasi serta distorsi informasi itu sendiri.

Kebohongan hampir selalu terjadi, dengan berbagai latar belakang penyebab serta tujuannya. Dalam teori komunikasi dikenal Deception Theory (Buller & Burgoon, 1994), dimaknai sebagai upaya dalam bentuk manipulasi informasi serta melakukan kontrol perilaku. Situasi tersebut, adalah kenyataan yang hadir dalam realitas politik kita akhir-akhir ini, seiring dengan banyaknya fenomena OTT KPK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun