Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Fenomenologi si Penantang Positivisme

4 Agustus 2018   12:00 Diperbarui: 4 Agustus 2018   12:07 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia adalah soal sudut pandang! Subjek dan objek berinteraksi dalam relasi yang bergantung, serta menggunakan perspektif sesuai dengan selera Anda.

Positivisme menjadi arus dominan, pemaknaan realitas adalah soal eksistensi objek. Sesuai ilustrasi Gua Plato yang memberikan gambaran realitas sebagai bayangan yang tertangkap inderawi, berkat pencahayaan dimulut gua.

Penjelasan atas indikator positivisme, akan sangat terkait dengan ukuran dan empirik sebagai pembuktian. Hal ini berkembang pada masa renaisanse, dan semakin menguat bersamaan dengan pemikiran Phytagoras yang menyatakan bahwa segala sesuatu adalah bilangan. Jadi, manakala substansi tidak terbilang maupun berbilang, maka substansi tersebut tidaklah eksis.

Pemahaman ala Phytagoras dikembangkan melalui Copernicus hingga Galileo dalam temuan astronomi terkait arah edar tata surya, kemudian kita mengenal mathesis universalis, karena ilmu tanpa angka tidaklah mampu menjelaskan hakikat.

Melalui positivisme, kita akan menjelaskan sebuah kategori realitas, dapat dipergunakan dalam mendukung prediksi, menggunakan pendekatan deduktif dengan membangun ruang serta jarak antara subjek dan objek.

Objek pada positivisme, menjadi penentu subjek. Pada upaya penjelasan hakikat, positivisme dilaksanakan melalui manipulasi terkontrol, berbasis statistik, menjadi sangat kuantitatif.

Situasi tersebut terbebaskan melalui cara berpikir ala Kant dan Decartes dengan ucapan terkenal, Corgito Ergo Sum -saya berpikir maka saya ada!. Sebuah abstraksi idealis melalui sistem berpikir subjektif.

Bagi individu, upaya mendekati hakikat dimulai dengan pertanyaan dan meragukan segala sesuatu. Kemampuan memberikan jawaban atas lontaran pernyataan tersebut, membawa kita pada tingkat kepastian atas objek.

Proses sadar untuk bertanya dan berpikir, memberikan penekanan pada peran dan pengalaman langsung individu sebagai subjek, yang kemudian dikumandangkan sebagai aliran fenomenologi berdasarkan Husserl.

Titik pandang Husserl dalam fenomenologi bermula dari Kant dan Descartes, meski kritik atas para pendahulunya tersebut ditekankan pada upaya distingsi tegas antara realitas yang memikirkan (subjek) dari realitas yang dipikirkan (objek).

Sesuai Husserl, studi fenomenologi menempatkan objek pada kuasa subjek, untuk dapat dipahami, data yang faktual adalah kemampuan pengelolaan subjek untuk mendapatkan lifeworld -hakikat, melalui induksi secara partisipatif -pengalaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun