Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kajian Peran Oposisi dalam Konfigurasi Politik

31 Juli 2018   23:40 Diperbarui: 31 Juli 2018   23:48 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Maka mudah dipahami, partai politik tidak bisa berhenti dan hanya berharap pada konsolidasi massa ideologis/ tradisional akan memberikan dukungan penuh, karena penentunya justru terletak pada publik secara meluas termasuk diantaranya pemilih rasional, atau mereka yang dikategorikan sebagai swing voters alias undecided voters secara dominan.

Jargon yang diusung diupayakan seolah menempatkan kepentingan publik sebagai hal utama, ujian sesungguhnya terjadi ketika oposisi diberi peran sebagai pemegang kendali kekuasaan, konsistensi program atas jargon yang dipergunakan, akan memberikan indikasi apakah orientasi oposisi hanya berupaya untuk mendapatkan simpati menuju kursi kuasa? Aau sejatinya memang memgang teguh komitmen dalam memperjuangkkan kepentingan publik.

Ideologi dan Pelembagaan Oposisi

Dengan demikian, oposisi dalam dunia politik adalah bandul yang bisa berubah menjadi rulling party ketika mampu memanfaatkan momentum balik dari periode dan peristiwa politik, khususnya dalam berbagai pengalaman dimulai dengan kondisi krisis ekonomi lalu berkomplikasi dengan krisis politik hingga munculnya distrust, sehingga kekuasaan kerap berpindah ke kelompok oposisi.

Ketika oposisi berkuasa, maka relasi yang terbalik secara mekanistik akan berubah. Kekuatan politik mantan pemilik kekuasaan periode sebelumnya akan menjadi kelompok oposisi yang baru. Dalam hal ini, oposisi menjadi peran sekaligus fungsi tugas penyeimbang dalam ranah politik. Pentingnya pelembagaan peran oposisi tentu membutuhkan budaya dan norma sosial sebagai pemandu, agar tidak kebablasan.

Situasi tersebut, tentu akan sangat terkait dengan tata nilai partai politik itu sendiri, aspek ideologis. Meski memang, abstraksi ideologis sering tidak muncul, ketika berhadapan dengan pragmatism kekuasaan dalam mengejar kursi melalui pemenuhan jumlah suara. Lagi-lagi, demokrasi multipartai dengan ketiadaan partai dominan mengharuskan koalisi dibentuk atas tujuan praktis, membuat parapihak partai politik akan terus menerus secara dinamis membangun komunikasi diantara mereka.

Relasi yang dibagun dalam kaitan penguasa dan oposisi harusnya berjalan sinergis -positive sum game, karena tanpa kubu opisisi maka demokrasi menjadi mati dan tidak terkontrol akibat ambisi dan syahwat kekuasaan secara sempit, yang cenderung bersifat destruktif bagi kepentingan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun