Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kampanye Politik Bukan Sekadar Promo Obat Gosok

6 Juli 2018   04:00 Diperbarui: 6 Juli 2018   04:40 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemeriahan panggung politik, persis layaknya panggung hiburan. Orkes musik dan beragam hadiah menjadi pemikat. Strategi kampanye politik, menjadi sebuah ajang yang absurd.

Perlu reevaluasi format kampanye politik. Meski demikian, pemetaan target sasaran juga menjadi penting untuk dilakukan Parpol agar mencapai tujuan kampanye secara efektif, termasuk dalam penggunaan sumberdaya.

Tidak ada program kampanye yang copy paste, karena aspek lokalitas membutuhkan pendekatan yang spesifik sesuai dengan karakter lokal yang dimiliki. Kemenangan Pakatan Harapan dari Barisan Nasional pada Pemilu di Malaysia, salah satu indikasinya adalah kegagalan memahami perilaku pemilih yang berubah.

Perilaku sebagai sebuah aspek dinamis yang bersifat fluktuatif tidak bisa didekati secara statis. Dengan begitu, kampanye Barnas ala kompetisi di Amerika yang bersifat tematik dan seragam dengan dresscode plus bendera serta balon dianggap sebagai kekakuan, bagi kelompok milenials yang dominan menjadi pemilih.

Bagaimana dengan kita? Pentas politik domestik, dalam bentuk kumpulan massa dalam kampanye terbuka, tidak ubahnya bak orkes dangdut keliling dari satu daerah ke daerah lain. Menawarkan kehausan atas dahaga hiburan, tetapi minim atas tawaran program maupun visi politik, paparan yang tersampaikan hanya sekedar yel-yel dan jargon sloganistik.

Pembagian daerah pemilihan seharusnya menjadi titik tolak bagi penentuan isu dan tema yang bersesuaian dengan kondisi daerah tersebut. Menghadirkan tokoh-tokoh lokal sebagai pendamping tokoh nasional yang menjadi juru kampanye adalah bentuk akseptasi potensi daerah.

Jenis dan bentuk kampanye bervariasi, hal tersebut berkaitan dengan beragamnya target sasaran yang dituju. Pemilih loyal, rasional dan emosional adalah varian calon pemilih. Dalam bahasa pemasaran dikenal skema segmentasi, targeting dan positioning.

Dialog dan tatap muka efektif membangun interaksi dan kedekatan, namun terbatas durasi waktu serta jangkauan atas cakupan populasi. Alat kampanye semisal brosur, poster dan spanduk membantu proses pengenalan dan identifikasi, meski tidak mendalam.

Penggunaan media digital dan sosial media, menyasar khalayak muda untuk meningkatkan awareness. Sementara kampanye massa terbuka adalah bentuk show of force sebagai publikasi besaran dukungan.

Parpol sebagai kontestan pemilu, harus memiliki pengetahuan dalam pemetaan pemilih disetiap daerah. Memahami karakteristik kota dan desa, sehingga tidak membawa nuansa perkotaan untuk basis pedesaan, begitu juga sebaliknya. Karena mendulang simpati, berarti berada dalam posisi serta isu yang sama dengan kesadaran dari calon pemilih.

Tantangan kampanye parpol adalah membangun kerja yang efektif bagi mesin partai, guna menyikapi terbatasnya waktu dan luasnya wilayah. Dengan demikian, kerja politik tidak bisa instant.

Skema kampanye melalui udara via media televisi dan radio tidak serta merta membawa dampak signifikan, termasuk bila dibandingkan metode kampanye konvensional jalur darat melalui pendekatan tatap muka secara fisik.

Pun termasuk menggunakan teknik moneypolitics dengan membarter suara melalui imbalan hadiah. Tidak ada jaminan akan keberhasilan dilangkah tersebut, terkecuali menambah kelam persepsi publik tentang dunia politik, karena biaya politik dikompensasi melalui pendapatan atas cara culas saat berkuasa -korupsi.

Bila semua model kampanye tidak mampu memberi kepastian keberhasilan, maka bagaimana pilihan bentuk yang terbaik? Jawabnya kenali tipikal pemilih Anda dalam daerah pemilihan yang telah ditentukan.

Ketahui basis demografinya, komposisi pria-wanita, tipologi kelompok umur, basis pendidikan, sektor ekonomi wilayah, mayoritas pekerjaan dll. Termasuk isu-isu teritorial yang menjadi pembahasan didaerah secara spesifik.

Kemampuan untuk mengidentifikasi audiens, adalah langkah awal dari membangun ketertarikan relasional. Selama ini kontestan memperkenalkan diri -sebagai subjek, serta berharap audiens mau mencari informasi secara aktif tentang kontestan/ parpol. Belum terlihat upaya serius kontestan politik dalam kerangka memahami audiens beserta perspektifnya.

Jelas tidak mudah, membutuhkan pengalaman langsung di lapangan praktis. Tetapi harus dipahami, bahwa publik bukan anak tangga yang harus diinjak untuk naik ke atas, melainkan mereka yang harus dilayani dan dimuliakan melalui kekuasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun