Layaknya piala dunia, kegaduhan melanda wajah perpolitikan domestik. Hal ini terkait soal pengangkatan Penanggungjawab Sementara (Pjs) Gubernur yang diambil dari pihak Perwira Kepolisian Aktif.
Meski pihak yang memiliki otoritas yakni Kementerian Dalam Negeri menganggap tidak ada hal yang dilanggar dalam aturan pelantikan Pjs Gubernur, tak ayal langkah ini menimbulkan kontroversi.
Dibalik ketentuan dalam regulasi atas ketentuan kepemimpinan daerah, kita memang dihadapkan dengan tahun politik Pilkada Serentak secara nasional. Situasi tersebut memang menghadirkan potensi kekosongan kekuasaan daerah, ketika para petahana kembali mencalonkan diri untuk terlibat dalam kontestasi pemilihan.
Kajian ilmu tata negara berkait dengan mekanisme kepemimpinan baik pusat dan daerah, serta kewenangan yang saling terkait diserahkan pada parapihak terkait yang lebih memahami aspek detail atas konstitusi.
Tulisan ini ditujukan untuk melihat relasi-relasi rasional dalam hal komunikasi politik pada kejadian penunjukan Pjs Gubernur sebagai bentuk pembelajaran bersama dikemudian hari.
Pertama: kategorisasi Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk TNI dan Polri, akankah bisa bersilangan fungsi, tugas bahkan jabatan dan tanggungjawab dalam posisi aktif parapihak ASN tersebut? Bukankah pembentukan divisional Kementerian dan Lembaga ditujukan pada kepentingan fokus pembagian kewenangan serta pekerjaan?.
Kedua: bila penangkatan disebabkan atas kebutuhan keamanan, sehingga ditempatkan Perwira Polri aktif, mengapa hal tersebut ditempatkan pada beberapa titik tertentu dan tidak menyeluruh? Belajar dari Kasus DKI Jakarta dimana Ahok saat itu digantikan Soni Sumarsono terbukti efektif dalam kerangka tugas sementara, mengapa tidak menduplikasi model serupa?.
Ketiga: perbedaan pemahaman antar Kementerian Polhukam dan Kementerian Dalam Negeri pada penunjukan Pjs Gubernur memberikan ilustrasi belum terdapatnya kesepahaman dalam tubuh pemerintahan. Di tahun politik, semestinya berbagai kebijakan mengacu pada upaya penghindaran kegaduhan situasi nasional.
Keempat: pengambilan keputusan dalam kebijakan, harus dipahami secara utuh dalam melihat persoalan dan penempatan solusi terbaik, pelantikan Pjs Gubernur yang durasi waktu kerjanya terbatas secara temporal, harusnya memiliki dampak resiko secara minimal.
Ruang Argumentasi
Pernyataan parapihak terkait justru menciptakan ruang pro-kontra baru, semisal statemen tentang kebutuhan keamanan, mendorong terbentuknya persepsi secara psikologis akan adanya potensi ancaman atas ketidakamanan proses pilkada yang mengemuka.