Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memahami Kerja Sama dan Kompetisi

4 Juni 2018   10:28 Diperbarui: 5 Juni 2018   09:51 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teori kerjasama dan kompetisi dikembangkan oleh Morton Deutsch (1949), Profesor di Columbia University dalam bidang resolusi konflik, pembelajaran kooperatif dan keadilan sosial, memiliki kerangka dasar berpusat pada kesalingbergantungan tujuan antar parapihak yang terlibat dalam situasi tertentu, termasuk jenis tindakan yang diambil oleh orang-orang didalam relasi tersebut.

Tulisan Morton, banyak diuraikan oleh David W Johnson (Jhonson & Jhonhson, 1989), bahwa proses kesalingtergantungan (interdependent), pada prinsipnya dapat memiliki (1) dampak positif, bila probabilitas pencapaian tujuan seseorang berkorelasi positif dengan pencapaian tujuan orang lain, atau (2) dampak negatif, dimana pencapaian tujuan seseorang berbanding terbalik dengan probabilitas pencapaian tujuan pihak lain.

Meski dalam hal ini, dapat pula terjadi kemandirian atau ketidaksalingtergantungan, sehingga dengan demikian tidak terjadi perubahan relasi antar parapihak. Proses tersebut tidak akan memunculkan kondisi konflik, sementara itu situasi konflik memberikan ilustrasi bahwa ada bentuk tertentu dari relasi parapihak dalam mekanisme kesalingtergantungan.

Dalam konteks tersebut, terdapat dua jenis tindakan individu yang dapat diidentifikasi terkait dengan kesalingtergantungan yang hendak dicapai, yakni (1) tindakan efektif, mendorong peningkatan kemungkinan seseorang untuk mendapatkan tujuan, atau (2) tindakan ceroboh, memperburuk probabilitas pencapaian tujuan yang hendak diperoleh.

Kombinasi kesalingtergantungan dan opsi tindakan yang menyertainya, menurut Morton, dapat mempengaruhi tiga proses psikologis sosial dasar, yakni substitutability (dapat menggantikan), sikap dan inducibility (dapat mendorong).

Dimana penjelasan kriteria tersebut adalah: (1) substitutability, dimaknai sebagai kondisi dimana tindakan seseorang dapat memenuhi niat/ tujuan orang lain, hal ini sangat penting bagi berfungsinya institusi sosial. Terkecuali bila kegiatan orang lain dapat menggantikan kegiatan Anda. Dengan demikian, substitutability positif ditandai dengan kemungkinan anda untuk dapat menerima kegiatan orang lain dalam memenuhi kebutuhan anda. Sedangkan substitutability negatif melibatkan penolakan aktif untuk menghalangu efek kegiatan orang lain.

Sementara penjelasan. (2) sikap dimaknai sebagai kecenderungan untuk merespon secara evaluatif, menerima atau menolak aspek-aspek lingkungan atau disi seseorang. Dalam hal ini, terdapat bentuk turunan yang terbentuk (1) orientasi psikologis dasar bagi kerjasama, yang berintonasi sikap positif dengan pernyataan "kita ada dan mendapatkan manfaat satu sama lain", atau (2) orientasi psikologis bagi kompetisi, menyiratkan sikap negatif, dengan statement "kita adalah lawan satu sama lain, dan anda ada untuk membahayakan saya".

Disisi lain, (3) inducibility, dipahami sebagau kesiapan untuk menerima pengaruh orang lain untuk melakukan apa yang diinginkan, pada inducibility negatif akan terdapat upaya dan kesiapan untuk menolak atau menghalangi pemenuhan keinginan milik orang lain. Posisi inducibility, dapat menjadi bagian dari kompelen atas substitutability.

Dampak dari terbangunnya kerjasama dan kompetisi, dapat dilihat dalam keterhubungan para actor dalam relasi diantaranya, baik individu, antar individu, kelompok dan antar kelompok.

Dinamika kelompok dalam konflik yang distimulasi efek kompetisi menyebabkan dampak destruktif yang dapat bersifat folie a deux (penyakit mental) terkait prasangka dugaan tanpa dasar, termasuk juga masing-masing pihak memiliki keteguhan tanpa dasar atas pemahaman dan pendapat yang kaku.

Pertanyaan selanjutnya, adakah aspek kompetisi selalu negatif? Tidak adakah dampak konstruktif? Maka dengan demikian, Jhonson mengungkapkan, kompetisi dapat meningkatkan cara-cara baru secara evaluatif, termasuk kemungkinan efek drama emosi simbolis yang terkait. Tetapi perlu dipahami, bahwa kontroversi kompetisi yang tidak mampu dikelola akan menciptakan situasi "kalah-menang" yang memiliki potensi berbahaya dalam penciptaan kondisi psikologis "win-loser".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun