Terdapat dua dimensi pendapat umum, (1) dimensi preferensi -mengukur pilihan terhadap alternatif yang ada dan (2) dimensi intensitas -mengukur kuatnya pilihan atas alternatif yang ada.
Kesalahan dalam jejak pendapat yang mungkin dihasilkan , disebabkan antara lain; (1) pendapat mudah berubah (2) melaporkan hal yang belum menjadi keputusan (3) berbeda pernyataan di polling dengan bilik suara (4) tidak konsisten karenan merupakan isu-isu spontan dan (5) pendapat umum sulit diidentifikasi secara faktual.
Publik sendiri menurut Grunig dalam Zaenal Mukarom,terklasifikasi menjadi; (1) public latent -publik tersembunyi dan tidak mengetahui (2) aware public -publik yang sadar yang mengenali masalah dan (3) active public -mengambil tindakan atas suatu masalah.
Dalam upaya untuk melakukan pengukuran opini publik, maka setidaknya terdapat berbagai cara yang dapat dipergunakan, diantaranya; (1) polling --pengumpulan suara (2) attitudes scales --representasi parapihak yang berseberangan (3) interview --wawancara umum dan (4) tulisan --mengemukakan pandangan atas masalah untuk mendapatkan reaksi.
Tahapan dalam pembentukan opini publik itu sendiri terdiri dari; (1) luftartige -berupa uap tanpa bentuk nyata (2) flussige -seperti air yang memiliki bentuk nyata dan (3) festig -opini yang sudah kuat dan tidak mudah berubah.
Anwar Arifin mengatakan penentuan pendapat umum diranah politik, akan bergantung pada citra yang ditampilkan oleh aktor dan partai politik. Seruan tentang Vox Populi, Vox Dei kemudian menempatkan posisi persetujuan masyarakat sebagai yang utama, hal ini menjadi dasar bagi opini publik. Sehingga opini publik dapat dimaknai sebagai pendapat, sikap, perasaan ataupun hasil interaksi sosial didalam masyarakat.
Fungsi dari pendapat umum adalah (1) memperkuat undang-undang dan peraturan (2) menjadi pendukung moral dalam masyarakat (3) pendukung eksistensi lembaga sosial dan politik. Relasi opini publik sebagai efek dari komunikasi politik, pun dapat dipahami sebagai (1) kehendak rakyat -kognisi (2) kontrol rakyat -afeksi (3) dukungan rakyat -konasi.
Hal ini yang kemudian menurut Hardiman, menyebabkan demokrasi dalam pandangan Jurgen Habermas dimaknai sebagai rasionalisasi kekuasaan, dengan upaya mendapatkan legitimasi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mempengaruhi kesadaran praktis individu didalam masyarakat.
Selaras dengan hal tersebut, Habermas menyatakan demokrasi sebagai rasionalisasi kekuasaan berkaitan pada pengilmiahan politik. Hal ini dikarenakan kecenderungan perkembangan riset yang dibiayai pemerintah dan pertimbangan ilmiah mendasari kebijakan publik.
Dalam upaya membangun keseimbangan tersebut, harus diciptakan ruang dan gelanggang bagi diskusi dan opini publik, yang dinyatakan sebagai public sphere, sebagai tandingan rasionalisasi politik alias demokrasi yang dikelola oleh negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H