Sebagaimana fungsinya, komunikasi bertindak sebagai bentuk interaksi informasi yang mendorong terjadinya kesepaham. Tapi perubahan yang terjadi saat ini, khususnya dalam konteks kehidupan kita, termasuk diranah politik domestik, makin mengental dalam fragmentasi yang saling berkubu.
Kegagalan komunikasi paska sebuah event electoral, adalah wujud dari ketidakmampuan masing-masing pihak yang berhadapan untuk berdamai dengan realitas. Akan ada yang menjadi pihak terpilih dan memenangkan kontestasi, disisi lain aka nada pihak yang kalah dan tidak terpilih.
Hambatan komunikasi yang tidak terjalin baik tersebut, menjadikan aspek terbentuknya kesepahaman mengalami distorsi. Beberapa potensi penyebab kegagalan komunikasi tersebut, dapat diakibatkan karena:
(1) Tendensi untuk berlaku sebagai negasi dari satu konteks yang telah ada, menjadikan berkubu -terpolarisasi.
(2) Tidak mampu menempatkan orientasi aktual sesuai kenyataan, terbawa intensi secara berlebih.
(3) Kesalahan dalam melakukan penyimpulan fakta, dimulai dari penempatan premis hingga pembentukan hipotesis.
(4) Tidak akurat dalam mengumpulkan fakta, karena keterputusan informasi yang tidak utuh diterima.
Lalu bagaimana menempatkan keberhasilan komunikasi, dalam mengatasi hambatan yang mungkin dapat terjadi?.
Kemampuan berkomunikasi menempatkan dua posisi, yakni sebagai pemberi dan penerima informasi secara bersamaan. Dengan demikian, secara berimbang, skill menyimak, mendengar dan menganalisa informasi, harus setara dengan kesigapan untuk berbicara dan menyampaikan pesan.
Dengan demikian, agar tidak terjadi bias interpretasi, sehingga terjadi mispersepsi atas suatu pesan dalam kerangka komunikasi, perlu dimiliki prinsip komunikasi yang tepat, diantaranya;
(1) Perluasan perspektif, memaknai komunikasi sebagai hasil bersama dalam kerangka besar kepentingan bersama yang jauh lebih besar.