Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dunia Digital dan Pesan Emosional

15 Maret 2018   10:00 Diperbarui: 15 Maret 2018   10:03 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: devalovekoi.blogspot.co.id

Peran internet dalam kehidupan kita semakin tidak terbendung. Termasuk mekanisme komunikasi di dunia online, yang muncul dalam karakternya tersendiri.

Sosial media memegang peran vital akhir-akhir ini. Merasuk ke berbagai lini, bahkan ke dalam dimensi yang sebelumnya bersifat tertutup, untuk urusan pribadi yang privat sekalipun, kini menjadi lebih terbuka.

Pertukaran informasi berlangsung dalam kecepatan tinggi. Tidak lagi terbatas pada orientasi waktu tertentu, bahkan live realtime, kapan saja dan dimana saja.

Satu hal yang tersisa, adalah dampak liar dari komunikasi di dunia maya, adalah munculnya hoax dan sentimen negatif dalam pesan di sosial media. Kemudahan yang ditawarkan pada medium komunikasi sosial media adalah kemudahan penggunaan, serta jangkauan yang meluas.

Disisi lain, tantangan yang harus dihadapi adalah sifatnya yang sangat mungkin anynomus dan belum terbentuknya budaya verifikasi fakta atas informasi yang tersiar di sosial media.

Sifat interaksi sosial media yang lebih seimbang, menciptakan pola komunikasi many to many. Tidak seperti media konvensional yang satu arah, sosial media adalah new media dengan arah yang sangat acak dan abstrak.

Di sosial media, pembentukan opini sangat bergantung pada kapasitas jumlah follower yang kemudian dikonversi menjadi like and share.

Kini sinergi new media yakni sosial media, menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari media arus utama. Apa-apa yang hangat, serta menjadi trending di sosial media ditangkap oleh mainstreammedia untuk kemudian di-komodifikasi-kan.

Viralitas datang hampir setiap hari. Isu pembahasan silih berganti. Berbeda dari jaman sebelumnya yang issuebisa berlangsung dalam durasi yang panjang, kini bisa hanya hitungan jam sebuah isu kemudian menghilang, ditutup isu berbeda lainnya.

Bagaimana memaknai era digital ini?

Pertama jadilah smart user, pastikan Anda memahami konteks dan konten dari berita yang diterima.

Kedua pastikan sumber berita yang didapat adalah sumber terpercaya. Aturan tentang pers online perlu diperketat oleh regulator.

Ketiga pastikan Anda menuntaskan sebuah berita hingga paragraf terakhir, bukan hanya sebatas judul. Karena korelasi judul dan isi mengindikasikan sebuah berita dapat dipercaya atau tidak.

Keempat bila sempat lakukan verifikasi berita yang diperoleh melalui portal serbatahu Google, atau cari perbedaan yang muncul dari sudut pandang lainnya.

Kelima beri waktu sejenak untuk mencerna informasi yang diterima, dengan menahan diri alias jempol untuk berkomentar, atau bahkan memberi tanda suka dan membagikannya.

Era digital membawa serta kecepatan dengan potensi tsunamiinformasi. Tanpa screening ketat informasi datang bak banjir bandang. Problemnya kerapkali tanpa proses konfirmasi kita tertelan dalam lautan emosional.

Hasil atas citra dalam realitas dunia maya yang tidak tampak itu, kemudian akan hadir menjadi realitas yang sejati, ketika kumpulan emosinya diletupkan didunia nyata, sebuah kondisi bahaya.

Salah satu perilaku yang berubah, diera pengangungan kecepatan adalah kesabaran. Pesan berantai tanpa saringan membawa serta bobot psikologis, dan viralitas bermakna penularan, membuat emosi kolektif publik terbentuk.

Siapa yang akan diuntungkan?

Pertama para pembuat berita bohong dan meme palsu yang mengharapkan kondisi keguncangan dalam kehidupan sosial, apalagi bila memang hal itu telah di order sebelumnya.

Kedua pemilik kepentingan atas hoaks, karena dengan demikian akan dukungan dalam bentuk respon massa yang terbentuk dipublik, atas stimulasi kebohongan yang dibuat.

Ketiga pemilik portal online yang menjadi lokasi posting kebohongan itu terjadi, karena semakin banyak akses publik akan meningkatkan ratingnya menjadi tinggi.

Walhasil, ketika kekacauan melanda maka kerusakan akan semakin merajalela. Sendi kehidupan kita bersama menjadi goyah, dan parapihak yang bertentangan akan semakin menebalkan ketidakpercayaan.

Lantas, kapan kebohongan dan emosi publik di jaman now akan mereda dan menghilang? Tentu bila kita dapat menahan diri, dan menambahkan sedikit rasionalitas. Kecerdasan kehidupan sosial kita tengah diuji melalui terpaan digital.

Mampukah kita? Semoga saja.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun