Narsisme dan kepercayaan diri yang keliru, membuat seseorang diranah digital juga tetap akan memiliki followers. Tapi perlu diingat, mungkin saja dari sekian banyaknya followers yang dimiliki, bahkan bisa jadi seluruhnya hanya stalkers yang menunggu tingkah dan sensasi, yang akan dibuat oleh sang tokoh untuk kemudian bilang, "nah inilah contoh yang tidak boleh ditiru".
Pada latar digital, individu memang kerap tampil secara anomali. Menjadi personal dalam dunia nyata, sementara berubah menjadi bersifat komunal didunia maya. Tampak garang di sosial media, tidak lantas mengungkapkan kesejatian dirinya. Memang dunia digital, adalah hutan entah berantah, semua pihak bisa memproyeksikan dirinya sesuai dengan kehendaknya, serta bisa jadi berbeda dari karakter aslinya, layaknya psikopat. Â
Kehadiran para figure seperti ini di jagad media sosial, memang tidak dapat ditolak, tetapi dari mereka pulalah kita akan menjadi lebih banyak berlatih untuk melihat sisi dunia dari kehidupan ini. Ketika demokrasi menjadi semudah klikokrasi, yang cukup dengan sekali tombol klik mengubah segalanya, maka kemampuan untuk mereduksi paparan negatif adalah dengan meningkatkan kapasitas diri melalui literasi media, untuk berlepas dari pengaruh tersebut.
Reuni ini memang sekali lagi spesial, bukan reuni biasa. Dan seperti pada sebuah reuni, maka membangun kesan dan kenangan, sebagai bagian dari keterlibatan pengaruh jelas diperlukan.
Yuk mengamati dan menganalisa. Salam hangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H