Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saracen dan Bopeng Sebelah Wajah Kita

2 September 2017   07:54 Diperbarui: 2 September 2017   11:34 993
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jagad media dipenuhi dengan pemberitaan seputar Saracen. Kelompok yang ditengarai menjadi dalang dari pemberitaan bohong sekaligus penyebar kebencian diranah dunia maya. Tentu polemik semakin menjadi dan bertambah runyam, karena persoalan tersebut memiliki korelasi atas kepentingan politik.

Menariknya, politik memang selalu berorientasi kekuasaan sebagai tujuan akhir. Problem utama yang mencuat dalam proses mencapai tujuan kekuasaan, kerapkali pelaku politik menggunakan shortcut bahkan dengan cara-cara yang kotor, dan hal itu memang sulit dibersihkan seakan telah menjadi kerak menggumpal.

Dalam hal ini, media massa merupakan medium dalam mereproduksi ide untuk dikonsumsi khalayak ramai. Aspek kapasitas pada keterjangkauan audiens yang meluas, adalah kelebihan sebuah media massa. Seiring perkembangan jaman, kini teknologi menjadi alat bantu pelontar. Dunia digital telah menyesaki ruang kehidupan kita, sosial media menjadi sebuah media massa alternatif anti mainstream.

Dibandingkan media massa konvensional yang bersifat one to many dan monolog, sosial media dan media massa digital menawarkan pola komunikasi interaktif dan bersifat many to many. Dan bersamaan dengan perubahan format media massa tersebut, maka semakin mudah hoax alias berita bohong mudah disemai, bahkan ditaburkan pada lahan yang sangat luas.

Diluar persoalan kepentingan politik, terdapat aspek ekonomi yang terlingkupi khususnya bagi pembuat berita bohong yang custom and made by order. Ujaran kebencian diproduksi melalui pemberitaan bohong, lalu disebarkan dengan mudah dan disambar dengan cepat oleh audiens bersumbu pendek.

Situasi tersebut, dipahami dengan sangat jelas oleh pembuat berita hoax yang terorganisir, bahwa mayoritas populasi memiliki tendensi untuk minim verifikasi, menerima informasi diabad yang disebut sebagai masa tsunami informasi ini tanpa proses validasi dan check-recheck. Perilaku public tersebut, menjadi modalitas bagi penyebar kebencian.

Saracen: Gagalnya Komunikasi Politik Positif

Sosial media dan era media massa digital membutuhkan kedewasaan sebagai prasyarat penggunanya. Tetapi proses tersebut bukanlah hal yang mudah. Dan sekali lagi, perlu ditekankan upaya dalam melakukan kontrol baik berupa sensor dan blokir adalah metode standar dari wujud ketidakmampuan pemerintah menghadirkan realitas positif baik disektor politik maupun ekonomi.

Kebencian dan kebohongan merupakan frasa yang saling melengkapi. Namun, hal ini menjadi posisi yang ambigu dari sudut pandang yang meluas, karena semua pihak berpotensi melakukan penyebaran kebohongan dan kebencian. Kita mahfum, dunia ini berisi banyak pihak yang memandang berbeda untuk satu kasus tertentu, termasuk didalamnya persoalan politik.

Sehingga, baik kubu pro dan kontra, punya peluang yang sama menciptakan serta mereproduksi kebohongan serta ujaran kebencian. Pihak yang pro akan berupaya mempertahankan prinsipnya, mendorong pemberangusan perbedaan pandangan, sedangkan pihak yang kontra akan berupaya mendorong terciptanya wacana tandingan menggoyah kondisi yang aktual. Kini hanya dengan kontribusi tombol share and forward, viralitas berita bisa menjadi tidak terkendali.

Lantas siapa yang benar dan salah? Kedua pihak bisa benar dan sekaligus salah. Mendukung dengan membabi buta, mengabaikan potensi kesalahan langkah yang dilakukan pengambil kebijakan, sementara bagi kubu penentang menolak tanpa argumen fundamental seolah melupakan ada hal-hal baik yang tengah dijalankan.

Sejatinya berhadapan dari waktu ke waktu dengan kebohongan dan kebencian adalah sebuah tindakan mubazir alias kesia-siaan. Pembentukan badan siber nasional, bila ditujukan hanya menangkal hoax dan hate speech, maka ibarat menggarami air dilaut.    

Jika demikian bagaimana mengatasinya? Mendorong masyarakat untuk terbiasa dalam proses konsumsi berita secara dewasa, memperhatikan siapa pembuat berita, apa manfaat berita tersebut dan berpuasa melakukan share and forward sebelum memastikan proses rechecking. Tentu saja menggunakan media social dan digital diarahkan serta ditujukan bagi hal-hal positif dan produktif.

Sementara itu, pemerintah memiliki tugas yang jauh lebih berat. Menghadirkan realitas politik dan ekonomi secara positif dan merangkul semua pihak untuk berkomunikasi. Wajah yang telah bopeng sebelah karena kebohongan, akan kembali pulih dengan pola komunikasi yang lebih baik oleh pemerintah, serta menghadirkan prinsip keadilan serta kesejahteraan melalui instrumen kekuasaan yang dimilikinya.

Bila telah mampu melewati badai ini, kita akan bertransformasi menjadi bangsa yang cerdas dan naik kelas!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun