Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Seven Eleven dan Innovator's Dilemma

26 Juni 2017   21:36 Diperbarui: 28 Juni 2017   18:27 2626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerai 7-Eleven di Jl Satrio Jakarta terlihat telah tutup pada Sabtu (24/6/2017), kendati manajemen PT Modern International Tbk mengumumkan gerai akan tutup pada 30 Juni 2017 | bisniskeuangan.kompas.com

Beberapa catatan yang mungkin menjadi menarik dan relevan perlu mendapatkan perhatian khusus dalam tinjauan atas Seven Eleven Indonesia. Setidaknya ada beberapa hal terkait seperti;

Pertama: tidak konsisten dalam arah pengembangan jaringan melalui utilisasi idle asset lokasi FujiFilm, sehingga kemudian mencari lokasi baru dengan skema sewa lahan yang tentu berkonsekuensi terhadap initial cost investasi yang semakin bertambah besar dalam upaya melakukan pertumbuhan.

Kedua: berkaca dari pelaku jejaring ritel modern yang kemudian melakukan pengembangan convenience store dengan basis retail store yang telah dimiliki, sehingga dimungkinkan terjadinya subsidi silang antar unit usaha secara sinergis. Tentu hal tersebut berbeda dengan Seven Eleven yang harus men-generate revenue langsung dari bisnis pokoknya yakni convenience store semata.

Ketiga: strategi Seven Eleven yang hendak mendorong lapis konsumen dari kalangan kelas menengah dengan wants (pilihan atas keinginan) yang melampaui needs (kebutuhan). Problemnya kelas menengah bukanlah kelompok konsumen loyal nan fanatik, melainkan mudah berpindah dengan mengandalkan searching and pricing sebagai modal utama dalam perilaku konsumsinya. Hal ini tentu butuh waktu, proses culture shifting tentu membutuhkan waktu dan proses yang tidak singkat.

Keempat: bagi kompetitor ritel modern yang telah eksisting, perilaku hangout yang diciptakan Seven Eleven diakomodasi dengan membentuk brandbaru, atau melakukan eskalasi atas lokasi retail yang telah dimiliki dengan menambahkan aksesoris akses internetdan set up kursi serta meja untuk berkumpul. Biayanya jelas lebih murah dibandingkan Seven Eleven yang harus mempersiapkan keseluruhan perangkat bisnisnya pada awal permulaan.

Kelima: proses adaptasi berjalan lamban, gelagat akan penurunan pola konsumsi convenience store tidak terbaca secara cermat dan cepat. Hal ini pula yang saat ini membuat sejumlah malldi Ibukota kini mengutamakan 60% space-nya diperuntukan bagi ruang hiburan dibanding tenant retail.

Karena mal menghitung potensi bisnis yang timbul atas crowd yang dihasilkan melalui pembentukan pusat hiburan, seperti tempat bermain anak, ruang tunggu yang nyaman, spot selfie, hingga pilihan restoran yang semakin variatif dan menarik. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi gelagat penurunan eksposure transaksi ritel yang juga tengah berhadapan dengan pola belanja via internet.

Keenam: meski perlu kajian lebih lanjut, skema convenience store disebut membuat jebakan bagi kesuksesan Seven Eleven di tahap awal, antusiasme pada awal kemunculannya tidak berkorelasi dengan pertumbuhan penjualan.

Keriuhan atas lokasi Seven Eleven dengan segala fasilitas yang disediakan, ternyata tidak berbanding lurus dengan minat untuk melakukan pembelian di lokasi ritel maupun food and beverages yang dimilikinya, termasuk ekspektasi atas pembelian berulang (repeated buying).

Ketujuh: formula pemasaran Seven Eleven tidak disusun secara mendalam. Fresh food adalah pilihan menarik, tetapi berpotensi menjadi waste bila tidak laku dijual, sehingga menjadi sumber pemborosan.

Pilihan untuk stocking fresh food di outlet harusnya disusun berdasarkan pola historical pembelian yang telah dimiliki sebelumnya. Satu hal lagi, fresh food membutuhkan biaya ekstra pada penyediaannya, dan hal ini jelas saja berkorelasi dengan harga jualnya produk tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun