Setidaknya pada 2016 diestimasu pembiataan penyakit katastropik meliputi jantung, gagal ginjal, kanker dan stroke mencapai Rp14.58 triliun atau 22 persen dari total pembiayaan kesehatan melalui JKN yang sebesar Rp67 triliun.
Kesungguhan pemerintah melindungi kesehatan penduduk dari bahaya merokok harus dinyatakan tegas dengan restriksi dan pembatasan ketat penjualan rokok.
Peningkatan perokok pemula, hingga ranah iklan rokok yang menyasar serta berdekatan dengan institusi sekolah sesungguhnya tengah berupaya membidik konsumen pemula yang akan menjadi lifetime customer akibat efek candu adiktif nikotin.
Membatasi penjualan, dapat diatur dengan peningakatan tarif cukai, tambahan pajak rokok, harga jual yang tinggi, hingga batas usia pembeli, termasuk pengetatan regulasi denda merokok diruang publik serta pembatasan ruang beriklan.
Problem utama dari fenomena industri rokok adalah gagal pahamnya para pengambil kebijakan untuk melihat fakta bahwa bangsa yang sakit dengan penyakit katastropik yang mendominasi akan menurunkan daya kompetisi bangsa, melemahkan kapasitas produktif bangsa, karena sumberdaya manusia yang sehat dan kuat adalah sarana berdayasaing dimasa depan.
Hal lain yang nampaknya harus diluruskan adalah disorientasi logika para pendukung industri rokok yang mencoba mencari dalih dengan berbagai rupa alasan. Pendukung penikmat asap kerapkali berdalih atas nama hak azasi dan melakukan perbandingan yang tidak setara.
Semisal, mencoba melakukan komparasi pada industri tidak sejenis, seperti otomotif. Toh keduanya menciptakan asap dan polusi, kenapa hanya rokok yang dibatasi?. Atau kenapa restoran padang tidak juga ditutup? Karena sama dampaknya bagi kesehatan, hal serupa dengan merokok?
Lebih jauh lagi, bagaimana nasib petani dan mereka yang berharap ekonomi dari industri rokok, dan bukankah rokok menjadi medium masyarakat bawah untuk menikmati hidup?.
Jelas logika yang dipakai asimetris. Rokok, kendaraan dan restoran padang tentu memiliki esensi yang berbeda. Hal itu diletakkan pada tujuan dasarnya. Kendaraan bagi sektor transportasi, restoran padang untuk konsumsi, sedang rokok hanya menjadi penyela waktu.
Bahkan menghisap rokok baik sedikit maupun banyak, akan tetap berdampak bagi kesehatan, karena memang linting tembakau tersebut mengandung berbagai zat berbahaya bagi kesehatan tubuh. Jadi tujuan dasarnya memang berbeda, merokok tidak memberikan dampak langsung bagi tubuh dan aktifitas kita, hanya menjadi imajinasi kita akan relaksasiyang sesuguhnya berbahaya.
Dalam konteks ilmu kesehatan masyarakat, maka problem atas defisit kesehatan komunitas ini, meningkatkan faktor risiko kesehatan yang dapat mengganggu kesejahteraaan masyarakat. Situasi tersebut, harusnya dapat ditangani dengan program terstruktur melalui pemberdayaan serta dukungan komunitas.